Strategi Unilever agar kinerja terus moncer



JAKARTA. Kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) seperti tidak ada matinya. Jika digambarkan dalam bentuk grafik, pergerakannya cenderung meningkat, tanpa ada banyak pola yang berfluktuasi.Tahun 2000 silam, penjualan UNVR tercatat sebesar Rp 4,9 triliun. Tahun 2005, angkanya naik menjadi Rp 10 triliun. Lima tahun berselang, angkanya berada di level Rp 19,7 triliun. Sementara tahun lalu, penjualan UNVR tercatat sebesar Rp 30,8 triliun.Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, laba bersih UNVR juga memiliki pola serupa. Tahun 2000, angkanya sebesar Rp 0,81 triliun. Tahun 2005, angkanya beranjak ke level Rp 1,44 triliun. Tahun 2010, laba bersihnya Rp 3,39 triliun. Tahun lalu, UNVR mencatat laba bersih Rp 5,35 triliun.Setidaknya, ada tiga strategi yang menjadi pendorong pergerakan kinerja UNVR bisa seperti itu. "Kami terus lakukan pengenalan, peningkatan konsumsi, dan penjualan produk yang memiliki marjin lebih tinggi," tambah Maurits Lalisang, Presiden Direktur UNVR.Soal pengenalan produk, manajemen menjual produk dengan menggunakan kemasan yang lebih ringkas. Misalnya produk Rexona varian dan aroma terbaru yang dijual dalam bentuk sachet.Kemasan seperti ini dinilai yang paling simple, paling ringkas khususnya bagi para konsumen yang ingin beralih atau menjajal produk Rexona. Sebab, dengan kemasan seperti itu maka isinya lebih sedikit dan tidak ada yang terbuang percuma jika hanya ingin sekadar mencicipi produk rexona.Harganya pun bisa menjadi lebih murah mengingat isi kemasan yang lebih sedikit. Sehingga, konsumen tidak akan sungkan untuk membeli produk tersebut, apalagi jika hanya sekadar ingin mencoba."Jika sudah mencoba dan ternyata konsumen merasa nyaman, mereka bisa memilih produk Rexona dengan pilihan yang lebih banyak, wangi yang berbeda, dan tentunya bentuk kemasan lain yang lebih besar seperti roll on," jelas Maurits.Kedua, soal peningkatan konsumsi. Coba cermati iklan produk Pepsodent yang dalam penayangannya selalu mengingatkan kita untuk rajin sikat gigi di malam hari. Iklan ini merupakan upaya manajemen untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang sedari dulu atau mungkin hingga saat ini kurang memperhatikan pentingnya sikat gigi di malam hari.Dengan penayangan iklan yang gencar, perlahan tapi pasti pola menjaga kesehatan gigi masyarakat berubah. Semakin banyak masyarakat yang rajin sikat gigi di malam hari. Artinya, konsumsi Pepsodent meningkat dan secara otomatis akan menaikan penjualan Pepsodent juga.Cara serupa juga dilakukan untuk produk Lifebuoy. Melalui iklan, masyarakat diajak untuk lebih rajin mencuci tangan. Bahkan, UNVR sering mengadakan kegiatan CSR bertemakan pentingnya menjaga kesehatan dengan cara mencuci tangan menggunakan sabun.Hasilnya sudah bisa ditebak. Konsumsi Lifebuoy meningkat, permintaan meninggi dan penjualan produk UNVR semakin moncer. Setidaknya, ada simbiosis mutualisme disini, yakni UNVR dapat meraup pendapatan, masyarakat juga semakin mudah menjaga kesehatan dengan cara sederhana plus biaya yang relatif terjangkau."Terakhir, kami juga menjual produk yang memiliki marjin lebih tinggi," pungkas Maurits.Contohnya, produk Loreal. Jika diperhatikan, misalnya di mini market, produk Loreal dijual dengan harga yang bervariasi. Ada yang rentang harganya di kisaran puluhan ribu, tapi juga ada yang memiliki rentang harga hingga ratusan ribu hanya untuk sebotol krim kecantikan misalnya.Range harga murah tentunya menyasar segmen menengah kebawah yang sangat sensitif dengan perubahan harga. Sementara produk dengan marjin tinggi yang memiliki harga lebih mahal menyasar pasar menengah ke atas yang berkarakter tidak elastis terhadap perubahan harga.Sehingga, penetrasi produk UNVR menjadi terdiferensiasi mulai dari bawah hingga keatas dan hal ini yang membuat penetrasinya tetap kuat di segala segmen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sanny Cicilia