KONTAN.CO.ID - TANGERANG SELATAN. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (
PGEO) telah menyiapkan strategi khusus untuk mencapai target 1 GigaWatt (GW) kapasitas terpasang yang dikelola oleh PGE dalam dua tahun ke depan. Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy, Julfi Hadi, menyatakan Indonesia sebagai negara vulkano memiliki sumber daya panas bumi sangat besar. Maka itu visi untuk menjadi perusahaan geothermal dengan kapasitas 1 GW dalam dua tahun ke depan sangat realistis untuk PGE. Secara umum Julfi menyatakan, panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat diandalkan sebagai beban listrik dasar (base load) yang stabil untuk menggantikan pembangkit batubara (PLTU).
Baca Juga: Izin Eksplorasi Pertamina Geothermal (PGEO) di Seulawah Agam Diperpanjang “Cadangan panas bumi terbesar ada di Jawa dan Sumatera dan proyek-proyek kami beroperasi di sana,” jelasnya dalam acara diskusi media di Hotel Santika, Tangerang Selatan, Kamis (13/7). Hingga kini PGEO mengelola 13 wilayah kerja panas bumi (WKP) yang tersebar di 6 area dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri. Adapun untuk meraih target 1 GW, Pertamina Geothermal harus mengerek produksi listriknya sebesar 340 MW lagi. Salah satu strategi yang dilakukan PGEO untuk mengejar target 1 GW dalam dua tahun ialah dengan program quick win di mana mengoptimalkan sumur eksisting melalui bantuan teknologi. “Sekarang zamannya teknologi, harus mengekstrak energi dan meningkatkan (produksi panas bumi) dari lapangan itu,” jelasnya Julfi menceritakan, dua tahun lalu, produksi listrik dari panas bumi hanya bisa menggunakan sumber yang punya temperatur tinggi (fluida) produksi di atas 200 derajat Celcius. Namun saat ini, menurutnya, seluruh energi panas bumi yang tersedia harus diekstrak, baik itu yang temperatur fluida produksinya 7 bar hingga 1 bar.
Baca Juga: Percepat Net Zero Emission, Pertamina NRE Teken Kerja Sama EBT Bahkan Julfi menerangkan, energi panas bumi yang sudah diproduksi bisa dikembalikan untuk diekstrak kembali, supaya produksi listrik semakin besar dan harga setrumnya lebih komersil. Dengan cara ini PGE dapat mengoptimalkan sumber yang ada di sumur eksisiting dan tidak perlu susah-susah melakukan eksplorasi sumur baru. “Dengan teknolgi yang ada kami bisa mengakselarasi dari 18 bulan hanya menjadi 12 bulan saja,” ujarnya. Maka itu, pada perhelatan EBTKE Conference and Exhibition (ConEx) 2023, PGEO menandatangani sejumlah nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) untuk melakukan studi bersama dan memilih teknologi yang terbaik untuk mengejar target 1 GW dalam dua tahun ini. Di acara tersebut, PGEO menandatangani MoU dengan PT Kaishan Orka Indonesia dan PT Schlumberger Geophysics Nusantara untuk mengoptimalisasi teknologi menggunakan binary technology dan steam recovery method. Kemudian, pihaknya juga melakukan kerja sama dengan Chevron New Energy International untuk South Sumatera Grid Resources Confirmation sebesar 900 MW. Tidak hanya itu, PGEO juga menandatangani MoU dengan PT Pembangunan Aceh (PEMA) untuk memperpanjang izin eksplorasi panas bumi di Seulawah Agam, Provinsi Aceh. Dengan perpanjangan kontrak ini, PGE akan mengembangkan operasinya ke Seulawah Agam dengan melakukan pengembangan mencapai 2 x 55 MW (megawatt). Meski sudah bisa menetapkan target 1 GW dalam dua tahun ke depan, pihaknya belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut mengenai proyeksi pendapatan maupun investasi yang akan disalurkan untuk mengeksekusi rencana ini.
Baca Juga: Kinerja Solid, Saham Pertamina Geothermal (PGEO) Melesat 30% Dalam 3 Bulan Terakhir Sebagai gambaran saja, belanja modal untuk menambah 340 MW lagi tidak terlalu mahal karena PGE tidak perlu lagi menggali sumur. Selain dari sisi mikro, PGEO juga melakukan strategi di sisi makro dengan membagi WKP panas bumi berdasarkan sektornya yakni North Sumatera, North Sulawesi, dan Jawa.
“Dengan begini kami dapat cost efficiency dan set up future kalau perlu captive market region kita sudah siap,” terangnya. Julfi menilai, untuk semakin meningkatkan efisiensi, PGEO mengusulkan supaya rantai pasok (supply chain) pembangkit panas bumi bisa terintegrasi di Indonesia. Pasalnya selama ini, pengembangan geothermal menggunakan partner dari luar negeri. “Sedangkan di sini PGE punya capacity, jadi
step by step sentralisasi, sentral
of excellence geothermal ada di Indonesia karena reservoar kita termasuk yang terbesar di dunia,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli