KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Pemanfaatan financial technology (fintech) dalam bentuk pinjaman pendidikan, atau yang lebih dikenal sebagai
student loan, menjanjikan dampak besar terhadap peningkatan inklusi pendidikan di Indonesia. Fintech yang telah mendapatkan izin dan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan hanya menjadi alternatif pembiayaan pendidikan tinggi, tetapi juga menawarkan keunggulan dalam transparansi biaya dan keamanan data. Dengan proses penyaluran dana yang lebih mudah dibandingkan dengan lembaga perbankan atau pembiayaan tradisional, fintech dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan tinggi.
Baca Juga: Perjanjian iGrow dengan Lender Tak Cantumkan Soal Mitigasi Risiko Kredit Macet Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto, menyambut positif perkembangan ini. "Kemunculan fintech yang diawasi OJK sebagai alternatif pembiayaan pendidikan merupakan terobosan yang mempermudah calon penerima dana dengan menyediakan sumber pendanaan," ujarya dalam keterangannya, Senin (5/2/2024). Dalam konteks biaya pendidikan tinggi yang terus meningkat, Algooth menyoroti kebutuhan akan skema atau regulasi yang memadai dari pemerintah terkait student loan. Hingga saat ini, masyarakat seringkali bergantung pada sumber pembiayaan informal seperti keluarga, tetangga, atau rentenir, karena belum adanya solusi yang memadai dari pemerintah.
Baca Juga: Danacita Berikan Pinjaman Jangka Pendek Pendidikan, Bakal Menjadi Student Loan? Alumni generasi 1980-an mengingatkan tentang pengalaman negatif dengan program Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), yang berakhir kacau karena banyak mahasiswa penerima KMI yang tidak melakukan pembayaran. "Saya ini generasi korban kelakuan mahasiswa penerima KMI tahun 1980-an yang kabur tidak mengembalikan pinjaman," ungkapnya. Keberhasilan fintech dalam mendukung inklusi pendidikan diukur dari kemampuannya mengatasi risiko pembayaran oleh penerima dana. Algooth menegaskan pentingnya penerapan mekanisme "
Know Your Customer" (KYC) untuk meminimalkan risiko dan menghindari kasus moral hazard seperti yang terjadi pada era KMI. Menurut Laporan Statistik Pendidikan Tinggi tahun 2022, terdapat 375.134 mahasiswa yang menghentikan studi pada tahun tersebut, dengan 22% di antaranya berasal dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Baca Juga: Danacita Tegaskan Beri Pinjaman Pendidikan Jangka Pendek, Tidak Ada Bagi Hasil Meskipun tidak semua disebabkan oleh biaya kuliah, Algooth mencermati meningkatnya kekhawatiran terhadap kemampuan mahasiswa atau wali dalam membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) belakangan ini. "Dalam menghadapi tantangan ini, metode
student loan seperti yang diterapkan di negara-negara maju dapat menjadi solusi. Pembayaran biaya kuliah dengan skema cicilan setelah mahasiswa menyelesaikan studi dan mulai bekerja dapat meningkatkan inklusi pendidikan bagi masyarakat," paparnya.
Keuntungan dar
i student loan berbasis fintech tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, melainkan juga oleh pihak pengelola perguruan tinggi. Algooth menekankan bahwa kehadiran fintech memungkinkan pihak kampus untuk lebih fokus pada kegiatan pembelajaran mahasiswa, tanpa harus menyisihkan tenaga kerja untuk mengelola aspek peminjaman dana. "Pada akhirnya, kampus dapat lebih optimal dalam mengelola kegiatan pembelajaran bagi mahasiswa," tambahnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli