JAKARTA. Dilantiknya Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati menjadi anggota ex-officio Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) bisa dianggap melanggar konstitusi. Pasalnya, posisi Wamenkeu adalah jabatan politik, bukan jabatan struktural. Demikian diungkapkan mantan Ketua Panja RUU OJK DPR-RI Nusron Wahid dalam siaran persnya, Senin (23/7). Menurut dia, prinsip pemilihan dan pengangkatan anggota ex-officio Dewan Komisioner OJK sebaiknya dikembalikan sesuai posisinya, yaitu posisi wakil menteri itu sendiri. "Karena berdasarkan keputusan MK, posisi wakil menteri adalah anggota kabinet dan bukan eselon satu," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis dari Fraksi Partai Golongan Karya menyatakan, melanggar konstitusi atau tidaknya posisi wamen merangkap anggota ex-officio Dewan Komisaris OJK tergantung penafsiran mengenai posisi wamen itu sendiri, yaitu sebagai eselon satu atau bukan. "Jika seorang Wamenkeu adalah eselon satu, maka posisi Wamenkeu yang merangkap anggota ex-officio Dewan Komisaris OJK cocok dengan Undang-undang No 21 Tahun 2011. Tetapi, jika sebaliknya, maka melanggar undang-undang," kata Harry. Independensi OJK Dalam Undang-Undang OJK pasal 10 ayat 4i memang menyebutkan, seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Padahal, putusan Risalah Sidang Perkara dari Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011 tanggal 5 Juni 2012 menyebutkan, bahwa jabatan wakil menteri bukan merupakan jabatan struktural maupun jabatan fungsional, melainkan jabatan politis. Namun, Harry mengatakan, persoalannya bukan hanya melanggar undang-undang, melainkan masalah yang bisa ditimbulkannya. Karena, jika melanggar undang-undang, lanjut dia, suara Anny Ratnawati sebagai anggota ex-officio Dewan Komisaris OJK menjadi tidak sah. Ekonom Center Indonesia for Development and Studies (Cides), Umar Juoro, berpendapat, jika dilihat secara fungsi, peran Wamenkeu, Anny Ratnawati sebagai anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan adalah untuk menjembatani antara pemerintah dan OJK.
"Ya, secara peran mungkin minim," tuturnya. Menurut Umar, poin krusial dari terpilihnya para Dewan Komisioner OJK adalah independensi dari institusi pengawasan keuangan itu sendiri. Hal itu dikarenakan mayoritas orang yang terpilih di OJK berasal dari BI dan Kementerian Keuangan. "Kondisi ini terkesan membuat OJK independensinya kurang, apalagi nantinya sifat keputusannya bersifat kolegial," tuturnya. Pekan lalu, anggota DK-OJK terpilih resmi dilantik. Nantinya, lembaga baru ini akan mengambil peranan besar di industri keuangan Indonesia. (M Latief/
Kompas.com) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: