KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran belanja pemerintah di 2018 mendatang disebut-sebut sebagai anggaran yang populis. Hal ini tergambar dari alokasi subsidi dan bantuan sosial yang meningkat. Analis melihat hal ini dapat menjadi katalis positif bagi emiten-emiten besar dalam bisnis rokok. Sebagaimana dimuat Kontan sebelumnya, anggaran sosial dan subsidi tahun 2018 ditetapkan sebesar Rp 283,7 triliun, naik 3,65% dibandingkan dengan APBN Perubahan 2017. Jatah subsidi dianggarkan mencapai Rp 145,5 triliun. Lainnya, ada anggaran untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar, Program Jaminan Nasional Kesehatan (JKN), bantuan pangan, Bidik Misi, dan Dana Desa. Pemerintah juga tetap mengalokasikan subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, pupuk, subsidi bunga untuk kredit usaha rakyat (KUR) dan perumahan, serta pelayanan publik.
Analis NH Korindo Sekuritas Joni Wintarja menilai, subsidi yang diberikan pemerintah di tahun depan akan membuat masyarakat penerimanya memiliki sisa pendapatan yang lebih besar. Hal ini diyakini Joni dapat menjadi stimulus konsumsi masyarakat terhadap rokok. Bukan berarti stimulus ini bisa mengubah masyarakat yang bukan perokok menjadi perokok. “Mereka masyarakat penerima bantuan sosial, biasanya sulit menjangkau merek mahal. Dengan adanya sisa
income yang lebih besar, mereka bisa menjangkau rokok yang lebih bagus. Ini bagus untuk emiten besar seperti HMSP dan GGRM,” jelas Joni, Jumat (22/12). Namun, Joni sulit memprediksikan seberapa besar pengaruh peningkatan anggaran sosial ini nantinya kepada pendapatan emiten rokok. Pasalnya, cukup sulit untuk memastikan seberapa besar pangsa pasar emiten rokok yang turut menerima bantuan tersebut. Senada, Analis Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto dalam risetnya, Kamis (21/12) juga melihat adanya ruang tumbuh bagi PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) di 2018. Selain karena kebijakan populis yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat, Natalia juga melihat adanya pengaruh dari peraturan pajak cukai rokok 2018. Sebagaimana diketahui, Oktober 2017 lalu pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10,04% dan berlaku mulai 1 Januari 2018. Pemerintah juga menurunkan harga jual minimum untuk pengecer akhir menjadi 85% (dari sebelumnya 90%). Natalia menilai aturan-aturan tersebut akan menciptakan lapangan bermain yang lebih seimbang di industri rokok. “Hal ini akan mengurangi persaingan dari rokok yang lebih murah dan menguntungkan pelaku rokok utama termasuk HMSP dan GGRM,” tulis Natalia dalam risetnya. Penurunan harga jual minimum menurutnya juga akan membuat rokok murah lebih sulit ditawarkan kepada konsumen. Adapun hingga perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat (22/12), HMSP dan GGRM masih masuk dalam top ten emiten berkapitalisasi pasar terbesar di bursa. HMSP menduduki peringkat pertama dengan kapitalisasi pasar Rp 541 triliun, sedangkan GGRM ada di posisi sembilan dengan kapitalisasi pasar Rp 156 triliun. Di 2018 mendatang Joni memperkirakan prospek emiten rokok masih akan bagus. Ia memilih saham GGRM sebagai jagoan. “Sejauh ini
market share rokok sigaret kretek mesin (SKM) terus meningkat, GGRM bisa menikmatinya karena 90% penjualannya adalah dari SKM,” ujar Joni. Joni merekomendasikan beli saham GGRM dengan target harga Rp 97.825 per saham. Pada penutupan perdagangan Jumat (22/12) saham GGRM ditutup di harga Rp 80.950 per saham.
Senada, dengan prospek yang emndukung dari cukai rokok, Natalia optimis dengan saham HMSP dan GGRM. Natalia berharap dua perusahaan tersebut bisa membukukan pertumbuhan volume positif sebesar 1%-2% pada 2018. Dikombinasikan dengan kenaikan harga jual, perkiraan Natalia, sektor rokok akan mempertahankan margin operasional 15,8%. Adapun pertumbuhan pendapatan menurutnya harus mencapai 10,1%. Natalia melanjutkan, sentimen-sentimen positif yang menerpa emiten rokok belakangan menyebabkan kenaikan yang terbatas pada target harga saham. Dengan demikian, Natalia menurunkan rekomendasi HMSP dan GGRM menjadi
hold. Rekomendasi sektor pun diturunkan dari
overweight menjadi netral. “Preferensi kami masih untuk HMSP mengingat portofolio produknya yang kuat,” ujar Natalia dalam risetnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati