Subsidi listrik hanya untuk si miskin



JAKARTA. Bersiaplah melihat tagihan listrik membengkak di tahun depan.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat  memangkas subsidi listrik untuk golongan 450 VA dan 900 VA mulai  1 Januari tahun depan.

Subsidi hanya untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin.


Jika sebelumnya subsidi diberikan untuk semua pelanggan listrik di golongan tersebut, maka tahun depan subsidi hanya untuk 24,7 juta rumah tangga miskin dan rentan miskin yang masuk dalam data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Pemangkasan subsidi dilakukan seiring dengan penurunan alokasi subsidi listrik dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Anggaran subsidi listrik yang tahun ini sebesar Rp 66,15 triliun, di 2016 dipangkas menjadi Rp 38,39 triliun.

Pemangkasan bahkan disetujui DPR dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR tanggal 30 September 2015.

Dari jumlah subsidi listrik tahun depan, sebanyak Rp 29,39 triliun akan diberikan untuk 24,7 pelanggan rumah tangga. Sebanyak

Rp 2,20 triliun untuk pelanggan industri, dan Rp 1,16 triliun untuk 15 golongan pelanggan listrik lain.

Wakil Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, dana yang semula untuk subsidi listrik akan dialihkan jadi subsidi langsung.

Dia minta pemerintah membuat mekanisme kontrol yang jelas agar subsidi untuk keperluan produktif.

Tanpa mengatakan detail subsidi langsung yang dimaksud, Said berharap kebijakan pengalihan subsidi bisa kurangi beban masyarakat.

Pasalnya, pemangkasan subsidi akan berdampak terhadap 20,6 juta pelanggan PLN yang sebelumnya menikmati tarif murah.

Data PLN menunjukkan, per September tahun 2015 ini,  jumlah pelanggan golongan 450 VA dan 900 VA mencapai 45,36 juta.

Golongan R1 450 VA sebanyak 22,9 juta dan R1 900 VA sebanyak 22,47 juta pelanggan.

Selama ini, pelanggan listrik 450 VA membayar tarif subsidi Rp 415,5 per KWh.

Sedangkan pelanggan listrik 900 VA membayar tarif subsidi Rp 586,23 per KWh.

Untuk pelanggan tarif non-subsidi R1 1.300 VA sampai R1 6.600 VA membayar antara Rp 1.347,72 sampai dengan Rp 1.492,51 per KWh.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, selisih subsidi listrik di tahun depan akan digunakan untuk menambal defisit APBN.

"Juga menambah belanja negara," ujar dia. Selain memotong subsidi listrik, pemerintah juga memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Dalam RAPBN 2016, pemerintah dan DPR menyepakati target pendapatan negara sebesar Rp 1.822,5 triliun dan belanja Rp 2.095,7 triliun.

Alhasil, defisit  akan mencapai Rp 273,2 triliun atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, dengan potensi kenaikan defisit, penghematan anggaran perlu dilakukan.

Namun, pemerintah perlu membatasi dampak kebijakan pencabutan subsidi listrik itu terhadap daya beli masyarakat.

Sebab, "Di satu sisi pemerintah juga perlu menaikkan daya beli," ujar dia. Apalagi, daya beli masih menjadi motor penggerak ekonomi.   

Ia menyarankan, subsidi energi dialihkan ke subsidi non-energi yang lebih produktif, seperti subsidi pupuk, benih atau menambah anggaran penanaman modal negara demi mendongkrak kinerja BUMN.

"Bisa juga menambah bantuan sosial dan jaring pengaman sosial," ujar dia.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto