KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah dan Pertamina masih mempertahankan harga BBM jenis Solar dan Pertalite serta LPG 3 Kg tidak naik di tengah harga minyak mentah global yang terus bertahan di atas US$ 110 per barel. Sebelumnya Pemerintah menyebutkan, harga keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) kini menembus Rp 30.000 per liter seiring lonjakan harga minyak dunia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun berharap perbaikan logistik di setiap infrastruktur BBM dapat dilakukan. Perbaikan logistik dinilai bakal membantu agar lebih hemat dan efisien.
"Sekarang ini harga minyak dunia sudah di atas US$100 - US$120 per barel. Harga keekonomian BBM RON 90 maupun RON 92, rata-rata di atas Rp30.000. Kita harus antisipasi ini karena situasi krisis energi tidak bisa diramalkan selesai tahun ini atau lebih lama lagi," kata Arifin dalam keterangan resmi, Jumat (24/6). Selanjutnya, ia membandingkan dengan harga BBM di Indonesia yang jauh lebih murah. "Pertalite (RON 90) saja dijual Rp7.650, Pertamax (RON 92) kita jual Rp12.500. Makanya, kita perlu mengingatkan ke masyarakat agar menggunakan BBM seefisien mungkin. Ini berdampak pada (membengkaknya) alokasi subsidi," bebernya. Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, secara konsep subsidi seharusnya untuk membantu peningkatan daya beli masyarakat. Namun untuk subsidi BBM, tidak sepenuhnya tepat. “Mengingat ada filosofi yang kurang tepat karena yang dapat subsidi justru yang mampu atau pemilik mobil,” katanya, Senin (27/6) Komaidi menyebutkan subsidi telah menggerakkan ekonomi nasional, meskipun tidak sepenuhnya. Sbsidi menjadi katalis ekonomi, terutama subsidi untuk angkutan umum dan barang. “Kalau dari sejumlah kajian (dampaknya) positif meskipun ada temuan bahwa dampaknya masih bisa dimaksimalkan,” kata doktor ekonomi dari Universitas Trisakti yang menulis disertasi soal BBM dan LPG Subsidi. Mekanisme yang dipilih dalam pemberian subsidi, lanjut Komaidi, seharusnya menggunakan subsidi langsung sehingga bisa tepat sasaran. Penerapan subsidi langsung lebih memungkinkan masyarakat relatif siap. “Saya melihat kuncinya justru ada pada kesiapan pemerintah,” katanya. Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran, mengungkapkan subsidi BBM memiliki dua fungsi yang sangat efektif di tengah ketidakpastian global. Pertama, subsidi BBM dapat menahan laju inflasi yang dapat memberikan bantuan terhadap kebijakan pembiayaan sehingga Bank Indonesia (BI) tidak meningkatkan suku bunga. Hingga saat ini, berdasarkan rilis kebijakan BI per 23 Juni 2022, BI masih berani tidak meningkatkan suku bunga REPO rate, masih tetap di 3,5%. BI juga cenderung untuk meningkatkan GWM agar menarik dana overliquid di sektor perbankan yang terjadi selama pandemi. “Hal ini sangat membantu saat pemulihan ekonomi dimana masyarakat membutuhkan pembiayaan untuk kredit modal kerja, konsumsi, dan lain-lain,” kata Yayan. Fungsi kedua, bagi masyarakat dengan pendekatan menengah ke bawah, subsidi sangat membantu untuk menahan konsumsi masyarakat dalam pemulihan ekonomi di tengah kemungkinan inflasi harga pangan yang akan terjadi tidak akan lagi. Selain itu, kebijakan subsidi BBM dan LPG 3kg untuk menahan inflasi juga memberikan macroprudential bagi investor terhadap pengelolaan indikator makro Indonesia dimana investasi ini sangat dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi ditengah ketidakpastian global. Yayan menegaskan, pada saat krisis ekonomi ini subsidi sangat membantu konsumsi BBM sebesar 20-30% terhadap kelompok pendapatan menengah ke bawah. Namun dalam situasi normal, subsidi tidak baik bagi perekonomian karena akan meningkatkan shifting ke konsumsi energi dibawah keekonomian. Jika subsidi semakin besar, lanjut dia, total konsumsi yang seharusnya terjadi diversifikasi penggunaan BBM yang lebih baik, masyarakat cenderung akan mengkonsumsi energi dengan subsidi dengan emisi yang lebih kotor yang kualitas lingkungannya lebih rendah. “Subsidi BBM juga akan mengurangi share pembiayaan untuk sektor yang lebih penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang lebih urgen,” kata Yayan. Dana subsidi dan kompensasi yang mencapai Rp500 triliun bisa digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor. Dengan dana Rp500 triliun dapat dibangun ruas tol baru sepanjang 3.501 km dengan biaya investasi Rp142,8 miliar per km. Dana sebanyak itu juga bisa untuk membangun sekolah dasar (SD) 227.886 unit dengan biaya Rp2,19 miliar per SD. Untuk sektor kesehatan, dengan dana sebesar itu bisa dibangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp12 miliar per puskemas. Bahkan, rumah sakit (RS) skala menengah, dapat dibangun 3.333 unit RS baru seharga Rp150 miliar per RS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini