Sudah Banyak Raih Pinjaman Hijau, PLN Kaji Potensi Pendanaan Inovatif Lain



KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. PT PLN gencar menjajaki pendanaan hijau seiring dengan proyek energi baru terbarukan (EBT) dan program transisi energi yang sedang dikembangkannya saat ini.

Kamia Handayani, Executive Vice President Energy Transition and Sustainibility PT PLN menjelaskan, sebelum adanya skema pendaan hijau seperti Energy Transition Mechanism (ETM) maupun Just Energy Transition Partnership (JETP), PLN sudah banyak memanfaatkan pendanaan hijau untuk sejumlah proyek hijaunya.

“Sebelumnya sudah ada loan yang sudah terbit, yakni green loan senilai US$ 500 juta dan US$ 750 juta,” ujarnya saat ditemui di sela acara The 41st ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM-41), di Nusa Dua Bali, Kamis (24/8).


Dalam catatan sebelumnya, pinjaman hijau pertama yang diperoleh PLN sebesar US$ 500 juta dari perbankan internasional dengan mendapatkan jaminan dari Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang merupakan anggota dari Grup Bank Dunia.

Dukungan ini akan PLN khususkan untuk pendanaan jangka panjang Energi Baru Terbarukan (EBT) dan infrastruktur kelistrikan yang ramah lingkungan.

Baca Juga: PLTU Menolak Disudutkan Terkait Polusi di Ibu Kota

PLN pun telah menyelesaikan kerangka keuangan hijaunya untuk fasilitas green loan sebesar US$ 750 juta dari delapan bank internasional dan multinasional untuk mendukung sejumlah proyek transisi energi hijau.

Tidak hanya itu, perusahaan listrik pelat merah ini juga memperoleh pembiayaan dari program Sustainable and Reliable Energy Access Program dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 600 juta. Pinjaman ini aan digunakan untuk meningkatkan keandalan dan ketangguhan listrik di bagian barat dan tengah Pulau Jawa.

Kemudian PLN juga memperoleh dana pinjaman sebesar US$ 610 juta dari World Bank untuk proyek pumped storage PLTA sebesar 1.040 MW. Proyek ini merupakan pilot project PLN dalam pengembangan PLTA pumped storage di Indonesia.

Sejatinya, PLN telah menerbitkan dokumen Pernyataan Kehendak atas Kerangka Kerja Pembiayaan Berkelanjutan atau Statement of Intent on the Sustainable Financing Framework, sebagai salah satu strategi mendapatkan Green Financing.

Misalnya saja, melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM), PLN bersama pemerintah Indonesia menawarkan skema investasi yang inklusif untuk pemensiunan dini atau early retirement Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Pada skema ETM ini, Dewan pengelola Climate Investment Funds, salah satu pendanaan multilateral untuk aksi iklim negara-negara berkembang yang paling besar di dunia, telah menyepakati secara prinsip dukungan pendanaan lunak sebesar US$ 500 juta untuk Indonesia.

Baca Juga: Pertamina dan PLN Kompak Jajaki Peluang Bisnis ke Afrika, Ini Kata Pengamat

Dana ini akan menggerakkan lebih dari US$ 4 miliar untuk mempercepat penghentian hingga 2 GW dari beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mengurangi sekitar 50 juta ton emisi karbon dioksida pada 2030 dan 160 juta ton pada 2040.

Namun terkait pemensiunan dini PLTU ini, Kamia irit bicara. Dia belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mana saja PLTU lain yang akan dipensiunkan selain PLTU Cirebon 1.

Tidak hanya pendanaan hijau, Kamia menyatakan, berikutnya PLN akan menyusun ESG Framework dan ESG Linked Financing.

“Saat ini kami sedang mengeksplor sustainibility (ESG) linked financing yang merupakan innovatiove financing,” ujarnya.

PLN mengeksplor ESG linked financing karena pihaknya terus melakukan upaya bisnis terkait dengan aspek ESG.

“Jika dikaitkan dengan pendanaannya, nanti akan ada pengurangan basis poinnya apabila bisa mencapai target-target keberlanjutannya, kalau tidak mencapai akan ada penalti juga,” jelasnya.

Saat ini PLN terus mendorong pengembangan EBT karena sejalan dengan tren pendanaan yang lebih ramai mendanai proyek-proyek hijau. “Sebab kalau yang selain (proyek) green susah (dapat pinjamannya),” kata Kamia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari