KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS) mendapat tambahan kapasitas produksi baja lembaran panas alias Hot Rolled Coil (HRC) baru. Pada 21 September 2021 lalu, pabrik Hot Strip Mill (HSM) 2 milik Krakatau Steel diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo. Direktur Utama KRAS, Silmy Karim mengatakan, pabrik HSM 2 direncanakan mulai beroperasi komersial pada bulan depan.“Mulai masuk komersial rencananya tanggal 1 November,” kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (23/9). Pabrik HSM 2 yang berlokasi di Cilegon ini memiliki nilai investasi hingga Rp 7,5 triliun. Pabrik baru tersebut akan menghasilkan HRC dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton per tahun.
Sebelumnya, KRAS telah memiliki kapasitas produksi terpasang sebanyak 2,4 juta ton per tahun. Dengan realisasi volume penjualan sebanyak 1,19 juta ton di tahun 2020, KRAS mencatatkan total penjualan HRC (domestik dan ekspor) senilai US$ 604,41 juta tahun lalu. Angka ini setara dengan 53% nilai total penjualan baja KRAS dan 44,65% dari total pendapatan konsolidasi KRAS di tahun 2020. Dengan tambahan kapasitas ini, KRAS yang semula sudah memiliki kapasitas produksi HRC 2,4 juta ton bakal memiliki total kapasitas produksi hingga 3,9 juta ton per tahun.
Baca Juga: Simak langkah Krakatau Steel (KRAS) maksimalkan laju bisnis di sisa tahun ini Silmy memperkirakan, rencana produksi HRC KRAS secara keseluruhan berkisar 2 juta ton pada tahun ini. Namun, angkanya akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasar. “Tergantung
market-nya,” ujar Silmy. Untuk diketahui, target pasar HRC KRAS terdiri atas pelaku industri baja hilir maupun industri pengguna di domestik maupun luar negeri dengan pasar domestik sebagai target utama. Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menilai, kehadiran pabrik HSM 2 bisa berdampak positif bagi kinerja KRAS sepanjang utilisasinya bisa dimanfaatkan dengan baik. Meski begitu, ia menilai perlu adanya dukungan dari
demand industri di dalam negeri agar kehadiran pabrik ini bisa dimaksimalkan dengan baik, syukur-syukur bila pemerintah juga bisa bantu memfasilitasi kerjasama
business-to-business (B2B) dengan pembeli di negara lain untuk memacu ekspor KRAS. “Ibaratnya, sudah ada pabrik KRAS tapi kalau pemerintah tidak terlalu membatasi kran impor besi dan baja dari luar dan tidak terlalu mendorong untuk penggunaan besi dan baja dari KRAS terhadap industri dari dalam negeri maka ya akan percuma, malah enggak banyak
impact ke kinerja KRAS nantinya,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id (23/9). Pada Kamis (23/9), saham KRAS ditutup di level Rp 515. Sejak awal tahun, saham KRAS telah menguat 20,33%.
Menurut perkiraan Reza, saham KRAS masih memiliki potensi menguat. “Saat ini saham KRAS masih di kisaran Rp 484-Rp 525. Kalau level ini masih dapat bertahan dan diikuti dengan berita positif terkait dengan prospek utilisasi dan
demand terhadap baja, maka target harga saham KRAS berpotensi ke Rp 550,” jelas dia. Sepanjang semester I-2021 lalu, KRAS membukukan pendapatan neto sebesar US$ 1,05 miliar, naik 90,88% dibanding realisasi pendapatan neto di periode yang sama tahun 2020 yang sebesar US$ 552,82 juta. Seturut pendapatan neto yang bertumbuh, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih KRAS ikut mendaki 619,59% dari semula US$ 4,51 juta di semester I 2020 menjadi US$ 32,46 juta di enam bulan pertama 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari