KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana aksi korporasi PT Bank Central Asia Tbk (BCA) lewat akuisisi bank kecil semakin terang. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan pihaknya sudah mendapatkan bakal calon bank yang bakal dicaplok. "Sudah ada, tapi belum dipublikasikan saja. Karena harganya belum cocok, masih ada
due diligence dan karena masih perlu penyesuaian lagi," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (19/2). Jahja mengisyaratkan bank yang akan diakuisisi masuk dalam kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) I dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun. Selain itu, bank bersandi bursa BBCA ini juga menyebut bank tersebut bukan perusahaan terbuka (Tbk).
Lebih lanjut, mengenai aksi korporasi yang telah digaungkan sejak tahun lalu ini, Jahja mengatakan pihaknya sudah melakukan pembicaraan secara rutin dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kini, BCA sedang menantikan hasil
due diligence serta harga jual bank tersebut. Menurutnya, proses akuisisi ini memang membutuhkan waktu yang lama lantaran ada banyak dokumen yang perlu dilengkapi serta ada beberapa hal lain yang perlu diteliti. Misalnya, terkait dengan kantor cabang, izin perbankan, nasabah dan lain-lain. "Tidak bisa langsung, kalau asing baru cepat karena mereka begitu sudah ada
network dan cabang-cabang, ada izin bank. Berapapun dibeli, kalau kita kan tidak, harus teliti," terangnya. Secara terpisah, Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana bilang kalau rencana tersebut sudah mendekati tahap akhir. Meski tidak mengkonfirmasi, Heru sempat menyebutkan bakal calon nama bank yang akan diambil oleh BCA yang kerap ditanyakan yaitu PT Bank Royal Indonesia. "Kamu kan sudah disebut-sebut terus kan, BCA sama Bank Royal? Tanyakan ke Pak Jahja, sudah dekat itu," singkat Heru. Bila ditelusuri, Bank Royal memang sesuai dengan kriteria yang dilontarkan oleh BCA yakni bank BUKU I dan perusahaan non Tbk. Pasalnya merujuk laporan keuangan kuartal III 2018, Bank Royal memiliki total modal inti dan modal pelengkap sebesar Rp 336,42 miliar alias masuk dalam ketegori BUKU I. Sementara untuk modal inti (tier I) tercatat sebesar Rp 330,01 miliar per akhir 2018 lalu. Untuk ukuran bank kecil, Royal Bank memiliki modal yang sangat tebal. Tercermin dari rasio kecukupan modal atau
capital adequacy ratio (CAR) yang mencapai 58,35%, posisi ini naik dari kuartal III 2017 sebesar 42,2%. Saat ini kepimilikan Bank Royal sebagian besar dipegang oleh PT Royalindo Investama Wijaya sebesar 82,69%. Sementara sisa saham lainnya milik perorangan, antara lain Herman Soemedi, Ibrahim Soemedi, Ko. Sugiarto dengan porsi saham masing-masing 2,94%. Kemudian ada Leslie Soemdi 5,71% dan 2,77% sisanya dipegang Nevin Soemedi per 31 September 2018. Sebelumnya, Royal Bank bernama PT Bank Rakjat Parahyangan nama ini kemudian berubah lagi di tahun 1982 menjadi PT Bank Pasar Rakyat Parahyangan. Baru di tahun 1990 nama PT Bank Royal Indonesia resmi disahkan. Secara kinerja, dalam laporan bulan Januari 2019 Bank Royal mencatatkan realisasi kredit sebesar Rp 554,53 miliar jumlah ini menurun 4,56% dari periode tahun sebelumnya. Sementara total aset per bulan Januari 2018 tercatat mencapai Rp 904,43 miliar atau naik 1,8% year on year (yoy). Laba Bank Royal per Januari 2019 masih relatif rendah yakni Rp 471 juta. Namun, jumlah ini sudah lebih baik dibandingkan Januari 2019 yang merugi Rp 237 juta. Walau pihak BCA belum mengumumkan secara resmi bank mana yang akan dicaplok. Jahja menjelaskan, nantinya bank tersebut dimungkinkan tidak lagi menyasar segmen digital seperti yang diserukan sebelumnya. "Tidak jadi (bank digital). Dijadikan segmen lain," jelasnya. OJK pun menyebut pihaknya sudah membicarakan perihal rencana akusisi bank oleh BCA. Sayangnya, Heru belum dapat mengumumkan hasil pembicaraan tersebut.
Yang jelas, OJK memang sudah terang-terangan mendorong aksi konsolidasi perbankan. Malah, OJK akan mengkaji aturan kepemilikan tunggal perbankan alias
single presence policy (SPP). Artinya, bank domestik diperbolehkan untuk mengambilalih kepemilikan saham di lebih dari satu bank tanpa harus digabung (
merger). Sebab, menurut Heru dengan cara ini industri perbankan akan lebih efektif, asal tetap dilakukan dalam lingkup konsolidasi. "Banyak bank besar tanya ke kami, mereka mau ambil bank kecil tetapi tidak ada manfaatnya kalau di-
merger. Tentu kalau seperti itu banknya tidak maksimal," ujar Heru. Pihak pengawas perbankan juga memberikan lampu hijau bagi bank yang berniat akusisi lebih dari satu bank sesegera mungkin alias tidak perlu menunggu hasil revisi aturan SPP. "Tidak usah (menunggu aturan SPP), sudah lakukan saja sambil kita lakukan evaluasi. Silahkan dia (bank besar) ambil, kalau mau dijadikan bank digital boleh, jadi bank khusus
wealth management silahkan saja. Tapi, dalam lingkup konsolidasinya dia (bank besar)," ungkapnya. Dengan cara ini, bila ke depan bank kecil hasil akuisisi membutuhkan modal atau kesulitan likuiditas maka bisa dibantu oleh induk. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi