Berangkat dari niat meneruskan usaha mertua, Sugianto berhasil menemukan formula pembuatan plastik organik yang ramah lingkungan. Kini, Ecoplast dan Oxium dipakai oleh banyak produsen plastik. Nilai perusahaan ini pun terus meningkat. Anda pernah mendengar nama PT Tirta Marta? Kemungkinan besar, tidak. Namun, di kalangan para produsen kemasan plastik dan pengelola pusat perbelanjaan, nama ini cukup beken. Maklum, perusahaan milik Sugianto Tandio ini menawarkan solusi yang jitu bagi mereka, yakni zat aditif yang mampu menyulap kemasan plastik menjadi produk yang ramah lingkungan. Konon, kemasan plastik biasa baru bisa terurai setelah 1.000 tahun. Nah, jika menggunakan tambahan zat adiktif Oxium hasil produksi Tirta Marta dalam proses pembuatannya, kemas-an plastik itu bisa terurai dalam dua tahun. Tirta Marta juga memproduksi Ecoplast, semacam resin dengan bahan dasar tepung singkong yang siap dipakai untuk membuat plastik ramah lingkungan.Jika melihat manfaatnya yang demikian besar, wajar jika dua zat temuan Sugianto itu, kini, laris manis. Kedua merek itu telah menembus pasar Amerika Serikat (AS). Pusat perbelanjaan Mall of America, Club Monaco, dan produsen alat olah raga Hurley dan Zara menggunakan Ecoplast. Saat ini, Tirta Marta juga memasok Oxium ke produsen kantong plastik di dalam negeri. Kemasan itu kemudian digunakan oleh toko ritel Indomaret, Hero, Giant, dan beberapa gerai lain. Total, kini, Tirta Marta telah memproduksi 3.000 ton Oxium per bulan. Dari penjualan Ecoplast dan Oxium, perusahaan ini meraup omzet sekitar US$ 10 juta per bulan. Kini, Auereos Capital asal Inggris juga turut memiliki 40% saham Tirta Marta. Mereka membeli saham itu senilai US$ 5 juta. “Nilai perusahaan ditaksir US$ 12,5 juta,” ujar Sugianto. Inovasi menjadi kunci lompatan keberhasilan Sugianto dan Tirta Marta. Awalnya, perusahaan yang memiliki pabrik 2.000 meter persegi di Tangerang ini hanya mempekerjakan 50 karyawan. Kini, jumlah karyawan telah mencapai 200 orang. Dari semula hanya bekerja sama dengan 20 pabrik plastik lokal, kini, Tirta Marta telah bermitra dengan pabrik-pabrik plastik besar di Asia.Sugianto sendiri, sebenarnya, tak pernah bermimpi akan membuat plastik ramah lingkungan. Sugianto kecil adalah anak pemilik kebun karet di Jambi. Saban hari, ia membantu ayahnya menjaga toko kelontong. “Ayah saya lulusan sekolah dasar. Karena itu, ia berpesan agar anak-anaknya sekolah setinggi mungkin,” kenangnya.Selulus SMP, pria kelahiran 1963 ini lantas pergi ke Jawa demi mencari sekolah terbaik. Ia masuk SMA De Britto, Jogja. Di perantauan, jiwa kewirausahaan Sugianto mulai muncul. Setahun menetap di Kota Gudeg, ia mulai menyewakan kamar kos di rumah yang ia sewa. Selulus SMA, Sugianto mengincar universitas di AS. Ia ingin menjadi insinyur elektro. “Saya sempat ditipu oleh lembaga penyalur mahasiswa di Singapura. Alhasil, saya sempat terkatung-katung di Kanada,” katanya. Pengalaman buruk itu tidak mengendurkan niatnya. Akhirnya, ia masuk Universitas North Dakota, AS, hingga lulus sarjana strata dua. “Saya mendapat beasiswa penuh, dan bekerja sebagai asisten dosen sehingga tidak perlu kiriman uang orang tua lagi,” kisahnya bangga.Setelah lulus dengan predikat summa cum laude, Sugianto mencoba melamar pekerjaan di Indonesia. Tapi, ia malah diterima di 3M, perusahaan pembuat produk-produk perlengkapan kantor dan konstruksi di AS. Perusahaan pembuat kertas stiker Post It ini merangsang Sugianto terus untuk berinovasi. “Kami diajari membuat penemuan atau paten yang bisa dijadikan produk, dijual, dan memperkirakan pasarnya untuk jangka panjang,” katanya.Selama kurang lebih delapan tahun bekerja di 3M, ia menikmati gaji yang besar dan kehidupan yang mapan. Wajar jika Sugianto tak berpikir untuk kembali ke Tanah Air. Liburan penuh perjudianSuatu ketika, mertuanya, pemilik Tirta Marga, memberinya kesempatan memimpin perusahaan plastik yang sudah beroperasi 40 tahun itu. Liburannya pada tahun 1994 menjadi perjalanan yang sarat perjudian. Semula, sang istri tidak ingin pindah dari AS. Namun, takdir berkata lain. “Tuhan memberi petunjuk pada kami,” katanya. Sugianto berhasil menjual rumahnya di AS tanpa perantara. Padahal, pada 1993, pasar properti di sana sedang lesu. Setelah itu, ia pun pulang ke Indonesia dan mengelola Tirta Marta. “Saya kangen keluarga dan belajar berwirausaha,” katanya. Berbekal pengalamannya di AS, Sugianto melihat ada peluang besar membuat formula plastik ramah lingkungan. Ia pun melaksanakan riset selama 10 tahun untuk mendapatkan formula campuran plastik organik yang tepat. Saat itu, ia mendapatkan sokongan dana dari CDC Group asal Inggris dan Norfund asal Norwegia. Di 2008, Sugianto mulai memasarkan temuannya secara komersial. Dalam dua tahun, produksinya naik 500% serta bisa ekspor ke AS, Hongkong, dan Singapura. Namun, cita-cita ayah dua anak ini belum tuntas. Ia ingin mengekspor Oxium dan Ecoplast ke 60 negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sugianto menyulap plastik menjadi ramah lingkungan
Berangkat dari niat meneruskan usaha mertua, Sugianto berhasil menemukan formula pembuatan plastik organik yang ramah lingkungan. Kini, Ecoplast dan Oxium dipakai oleh banyak produsen plastik. Nilai perusahaan ini pun terus meningkat. Anda pernah mendengar nama PT Tirta Marta? Kemungkinan besar, tidak. Namun, di kalangan para produsen kemasan plastik dan pengelola pusat perbelanjaan, nama ini cukup beken. Maklum, perusahaan milik Sugianto Tandio ini menawarkan solusi yang jitu bagi mereka, yakni zat aditif yang mampu menyulap kemasan plastik menjadi produk yang ramah lingkungan. Konon, kemasan plastik biasa baru bisa terurai setelah 1.000 tahun. Nah, jika menggunakan tambahan zat adiktif Oxium hasil produksi Tirta Marta dalam proses pembuatannya, kemas-an plastik itu bisa terurai dalam dua tahun. Tirta Marta juga memproduksi Ecoplast, semacam resin dengan bahan dasar tepung singkong yang siap dipakai untuk membuat plastik ramah lingkungan.Jika melihat manfaatnya yang demikian besar, wajar jika dua zat temuan Sugianto itu, kini, laris manis. Kedua merek itu telah menembus pasar Amerika Serikat (AS). Pusat perbelanjaan Mall of America, Club Monaco, dan produsen alat olah raga Hurley dan Zara menggunakan Ecoplast. Saat ini, Tirta Marta juga memasok Oxium ke produsen kantong plastik di dalam negeri. Kemasan itu kemudian digunakan oleh toko ritel Indomaret, Hero, Giant, dan beberapa gerai lain. Total, kini, Tirta Marta telah memproduksi 3.000 ton Oxium per bulan. Dari penjualan Ecoplast dan Oxium, perusahaan ini meraup omzet sekitar US$ 10 juta per bulan. Kini, Auereos Capital asal Inggris juga turut memiliki 40% saham Tirta Marta. Mereka membeli saham itu senilai US$ 5 juta. “Nilai perusahaan ditaksir US$ 12,5 juta,” ujar Sugianto. Inovasi menjadi kunci lompatan keberhasilan Sugianto dan Tirta Marta. Awalnya, perusahaan yang memiliki pabrik 2.000 meter persegi di Tangerang ini hanya mempekerjakan 50 karyawan. Kini, jumlah karyawan telah mencapai 200 orang. Dari semula hanya bekerja sama dengan 20 pabrik plastik lokal, kini, Tirta Marta telah bermitra dengan pabrik-pabrik plastik besar di Asia.Sugianto sendiri, sebenarnya, tak pernah bermimpi akan membuat plastik ramah lingkungan. Sugianto kecil adalah anak pemilik kebun karet di Jambi. Saban hari, ia membantu ayahnya menjaga toko kelontong. “Ayah saya lulusan sekolah dasar. Karena itu, ia berpesan agar anak-anaknya sekolah setinggi mungkin,” kenangnya.Selulus SMP, pria kelahiran 1963 ini lantas pergi ke Jawa demi mencari sekolah terbaik. Ia masuk SMA De Britto, Jogja. Di perantauan, jiwa kewirausahaan Sugianto mulai muncul. Setahun menetap di Kota Gudeg, ia mulai menyewakan kamar kos di rumah yang ia sewa. Selulus SMA, Sugianto mengincar universitas di AS. Ia ingin menjadi insinyur elektro. “Saya sempat ditipu oleh lembaga penyalur mahasiswa di Singapura. Alhasil, saya sempat terkatung-katung di Kanada,” katanya. Pengalaman buruk itu tidak mengendurkan niatnya. Akhirnya, ia masuk Universitas North Dakota, AS, hingga lulus sarjana strata dua. “Saya mendapat beasiswa penuh, dan bekerja sebagai asisten dosen sehingga tidak perlu kiriman uang orang tua lagi,” kisahnya bangga.Setelah lulus dengan predikat summa cum laude, Sugianto mencoba melamar pekerjaan di Indonesia. Tapi, ia malah diterima di 3M, perusahaan pembuat produk-produk perlengkapan kantor dan konstruksi di AS. Perusahaan pembuat kertas stiker Post It ini merangsang Sugianto terus untuk berinovasi. “Kami diajari membuat penemuan atau paten yang bisa dijadikan produk, dijual, dan memperkirakan pasarnya untuk jangka panjang,” katanya.Selama kurang lebih delapan tahun bekerja di 3M, ia menikmati gaji yang besar dan kehidupan yang mapan. Wajar jika Sugianto tak berpikir untuk kembali ke Tanah Air. Liburan penuh perjudianSuatu ketika, mertuanya, pemilik Tirta Marga, memberinya kesempatan memimpin perusahaan plastik yang sudah beroperasi 40 tahun itu. Liburannya pada tahun 1994 menjadi perjalanan yang sarat perjudian. Semula, sang istri tidak ingin pindah dari AS. Namun, takdir berkata lain. “Tuhan memberi petunjuk pada kami,” katanya. Sugianto berhasil menjual rumahnya di AS tanpa perantara. Padahal, pada 1993, pasar properti di sana sedang lesu. Setelah itu, ia pun pulang ke Indonesia dan mengelola Tirta Marta. “Saya kangen keluarga dan belajar berwirausaha,” katanya. Berbekal pengalamannya di AS, Sugianto melihat ada peluang besar membuat formula plastik ramah lingkungan. Ia pun melaksanakan riset selama 10 tahun untuk mendapatkan formula campuran plastik organik yang tepat. Saat itu, ia mendapatkan sokongan dana dari CDC Group asal Inggris dan Norfund asal Norwegia. Di 2008, Sugianto mulai memasarkan temuannya secara komersial. Dalam dua tahun, produksinya naik 500% serta bisa ekspor ke AS, Hongkong, dan Singapura. Namun, cita-cita ayah dua anak ini belum tuntas. Ia ingin mengekspor Oxium dan Ecoplast ke 60 negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News