Sukses berbisnis dupa herbal (1)



Kejelian melihat peluang bisnis menjadi kunci sukses seorang pengusaha. Ini pula yang terjadi pada I Made Dwija Nurjaya. Melihat tingginya permintaan dupa di Bali untuk kegiatan keagamaan, ia merintis karier di bisnis pembuatan dupa. Kini pria yang akrab disapa Dwija telah sukses menjadi produsen dupa di Bali di bawah bendera Dupa Ayur.

Selain untuk acara keagamaan, Dupa buatan Dwija ini juga cocok untuk aroma terapi, lantaran dupa buatannya terbuat dari bunga kenanga, kayu manis dan buah pala. Ia menjual mulai dari dupa galang kangin, dupa sandi kala, dupa mini hotri dan dupa jombo. Dwija mengklaim, dupa miliknya berbeda dari dupa lain yang mengandung potasium dan soda api. "Itu tidak baik untuk paru-paru,"  ujar Dwija.

Lantaran berbahan baku herbal, ia berani menyebut dupa buatannya berkualitas baik dan lebih aman jika terhirup. Dwijaya bilang, dupa buatannya hampir sama dengan dupa impor dari India.


Usaha pembuatan dupa ini ia telah rintis sejak 2003. Dari tahun ke tahun, bisnisnya terus berkembang. Saban hari, Dwijaya bisa menghasilkan 20.000 hingga 25.000 batang dupa. Harga jual Dupa buatannya bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 110.000 per bungkus berisi 10 dupa.

Pria kelahiran Bali 48 tahun silam ini mengklaim, dupa herbal berbahan rempah ini, sampai saat ini belum ada pesaingnya di Indonesia khususnya di Bali. Dwija juga tak merasa kesulitan karena seluruh bahan baku rempah yang ia gunakan berasal dari rempah-rempah asal Indonesia. "Indonesia kaya akan rempah. Tidak ada rempah-rempah yang harus ia impor," ujar pria lulusan Universitas Udayana jurusan ekonomi ini.

Saat ini, dupa Ayur menjadi dupa andalan yang di jual hampir di seluruh daerah di Bali. Bahkan, sering kali ia juga mengekspor dupa ke Malaysia hingga Vietnam. Tak heran, Dwijaya mampu meraup omzet hingga |Rp 200 juta dalam sebulan. Namun, bila sedang ada acara-acara khusus seperti perayaan upacara keagamaan, omzet jualannya bisa meningkat hingga Rp 250 juta per bulan.

Hingga tahun ini, Dupa Ayur sudah mampu menyaingi dupa buatan luar negeri. Asal tahu saja, Dwija bilang, dupa impor yang masuk ke Bali bisa mencapai 10 ton dalam sehari. "Warga Bali tak harus kalah dengan itu," tuturnya.

Maka dari itu, Dwija mencoba untuk menyaingi dupa impor dengan memperbarui kemasan agar lebih menarik. Dalam menjalankan usahanya ini, Dwija dibantu oleh istrinya. Kemudian, ia mulai mempekerjakan warga sekitar rumahnya yang tidak lagi memiliki pekerjaan.

Ketika mengawali bisnis ini, Dwija hanya dibantu oleh tiga orang karyawan, dengan produksi kurang dari 1.000 dupa. Saat ini Dwija telah memiliki 15 pekerja di tempatnya di Denpasar. Tak cuma itu, Diwja juga dibantu oleh  puluhan pekerja yang bekerja di rumah masing-masing. "Niat usaha ini hanya ingin bisa memberdayakan dan membantu ekonomi warga di sekitar tempat tinggal saya," ucap pria yang saat ini memiliki dua orang anak.                    (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini