KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasa resah acap kali menjadi pemantik celah usaha yang menjanjikan jika jeli melihat peluang. Hal inilah yang dibuktikan Danang Setyawan saat mendirikan Jahe Rempah Mbah Tolok, kedai sekaligus produsen minuman tradisional berbasis jahe asal Kudus, Jawa Tengah. Berdiri pada awal 2020, bisnis ini lahir dari pengamatan Danang terhadap fenomena menjamurnya kedai kopi modern yang didominasi kaum muda. Ia menangkap kegelisahan para orang tua di Kudus yang merindukan tempat bersantai yang representatif dan sesuai dengan selera mereka.
Dari situlah muncul ide menghadirkan Jahe Rempah Mbah Tolok, konsep wedangan yang kini menjadi rujukan utama bagi pencinta minuman tradisional di Kota Kretek. "Saat itu di Kudus masih minim tempat bagi orang tua. Niat awal saya sebenarnya sederhana, ingin mengumpulkan orang untuk bersantai, namun ternyata momentumnya bertepatan dengan pandemi sehingga langsung viral," ujar Danang kepada KONTAN.
Baca Juga: Rasa Cinta Berbuah Menjadi Cuan Berbekal pengalaman meracik minuman rempah saat bekerja di warung jamu, Danang tak ingin sekadar ikut-ikutan tren. Ia melakukan riset dan pengembangan produk secara mandiri selama tiga bulan. Hasilnya, ia mengadopsi konsep jamu cair menjadi wedangan dengan potongan rempah utuh, menyerupai karakteristik wedang uwuh khas Jawa Tengah namun dengan racikan rahasia Mbah Tolok yang lebih tajam.
Baca Juga: Berangkat dari Pengalaman, Fulus pun Mengalir Kini, portofolio produknya kian beragam. Tak hanya untuk mengatasi keluhan masuk angin dan kelelahan, Danang melakukan inovasi rasa dengan menghadirkan varian jahe susu hingga jahe cokelat guna menggaet pasar lintas generasi. Strategi ini terbukti ampuh perluas segmen pelanggan dari usia pensiunan hingga pekerja muda berusia 25 tahun. Dalam operasionalnya, Jahe Rempah Mbah Tolok mengandalkan pasokan bahan baku dari pengepul lokal di kawasan Gunung Muria.
Baca Juga: Asin Garam Bali yang Bisa Berujung Manis Danang mengklaim, jahe dan rempah dari sana memiliki rasa dan aroma yang jauh lebih kuat dibandingkan daerah lain. Skala bisnisnya pun terus mendaki; dalam sehari, serapan jahe segar mencapai 60 kilogram hingga 70 kilogram. Keberhasilan ini juga memberikan dampak sosial bagi lingkungan sekitar. Saat ini, Danang mempekerjakan sekitar 20 orang tenaga kerja yang mayoritas adalah warga setempat. Model bisnisnya terbagi dua: warung fisik untuk konsumsi di tempat dan penjualan produk kemasan kering melalui platform e-commerce. Menatap masa depan, Danang berencana memperkuat penetrasi pasar digital dan menyesuaikan formulasi produk kemasannya agar lebih ringan di lidah masyarakat luas.
Langkah besar berikutnya adalah membangun rumah produksi khusus demi memenuhi permintaan luar kota yang kian melonjak serta mengukuhkan eksistensi jamu lokal di pasar nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News