Sukses kenalkan tenun Flores ke mancanegara (1)



Kecintaan Alfonsa Raga Horeng pada kain tenun sudah mengakar kuat dalam dirinya. Sejak kecil, ia akrab dengan usaha pembuatan kain tenun ikat khas Flores, Nusa Tenggara Timur. Hampir semua kerabat dekatnya, mulai dari ibu, nenek hingga tetangganya punya keterampilan menenun.

Perempuan asal Flores ini sudah belajar menenun dari usia 8 tahun. "Saya belajar dari ibu saya," katanya kepada KONTAN. Lantaran sudah ditekuni sejak kecil, menenun merupakan kegiatan yang menyenangkan. Lagi pula, kata dia, menenun kain harus dalam keadaan riang gembira, karena membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi.

Berbekal kecintaan dan minat yang tinggi terhadap tradisi menenun, Alfonsa lalu bertekad untuk terus menjaga tradisi tersebut di daerah kelahirannya.Kini, ia sukses berbisnis kain tenun. Kini, wanita kelahiran 1 Agustus 1974 ini telah memproduksi tenun ikat khas Flores secara massal, dengan membubuhkan merek Lepo Lorun pada kain tenun produknya itu.


Bisnis kain tenunnya sudah dimulai sejak tahun 2002 silam. Alfonsa melibatkan tidak kurang dari 38 penenun yang berlokasi di Desa Nita, Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Alfonsa dan para penenunnya tidak mau disebut pengrajin. Para penenun yang membantunya juga tidak mau disebut karyawan. Mereka lebih senang disebut seniman yang menenun karena kecintaan pada tradisi turun temurun. "Kami ini bukan pengrajin, bukan penjual. Kami ini artist. Apa yang kami buat memiliki nilai seni tinggi," katanya.

Selain sibuk mengelola usaha sendiri, Alfonsa juga aktif menjadi ketua organisasi Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun (STILL). Organisasi ini membawahi penenun dari 17 desa dengan total 860 penenun, baik dari generasi muda maupun tua.  "Sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang tidak mengenal aksara," ujarnya.

Menurut Alfonsa, satu kain tenun ikat bisa dibuat dalam enam bulan. Bahkan ada yang selesai setahun. Kalau pun ada yang berhasil diselesaikan dalam sebulan, itu merupakan kain tenun dengan motif biasa.

Lantaran proses pembuatannya memakan waktu lama, nilai jual tenun ikat ini sangat tinggi. Satu lembar kain tenun ikat paling murah seharga Rp 6 juta. Jika motifnya rumit dan pembuatannya semakin lama, harganya bisa mencapai Rp 10 juta.

Kain tenun ikat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan membuat tas tangan, baju hingga sarung.Selain di dalam negeri, tenun ikat Lepo Lorun telah dipasarkan ke luar negeri. Justru, kata Alfonsa, pangsa pasar paling besar kebanyakan dari luar negeri. Ia mengaku, sudah memasarkan produknya ke berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Jika sedang melakukan pameran di luar negeri, ia bisa mengantongi nilai transaksi sebesar US$ 2.000 dalam dua hari. Tak heran, dari usahanya ini, Alfonsa bisa mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta dalam sebulan.

Mayoritas pelanggannya dari kalangan menengah atas, seperti pejabat negara, duta besar, ekspatriat, dan pecinta fesyen.         n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini