KONTAN.CO.ID - Selama ini, susu kambing dikenal khasiatnya bagi kesehatan. Seperti, menjaga kesehatan jantung, bisa menyembuhkan penyakit asma, TBC dan paru-paru serta bersahabat bagi penderita diabetes. Produk susu kambing mulai dikenal sejak awal 2000-an dan terus berkembang hingga kini. Salah satu pioneer pengusaha yang menjajal keberuntungan dari bisnis olaha susu kambing adalah Poniman. Sejak 1999, ia merintis bisnis olahan susu kambing peranakan Etawa di Turi, Sleman. Penduduk di sekitar Turi, Sleman banyak yang berprofesi sebagai petani dan peternak. Sebagian besar merupakan peternak kambing peranakan Etawa. Otomatis, produksi susu kambing pun melimpah. Potensi inilah yang Poniman garap dengan membuat sentra pengolahan susu kambing Etawa.
Namun, dulu peternak hanya menjual anak kambing dan dagingnya saja. "Waktu itu, kami belum paham kalau susu kambing itu bisa diminum juga," ujar Poniman. Etawa Agro Prima, usaha besutan Poniman, menawarkan beragam olahan susu kambing Etawa. Ambil contoh, susu segar, susu bubuk original, susu bubuk aneka rasa, kerupuk susu, dan permen susu. Satu pak susu bubuk berisi 250 gram dibanderol beragam, tergantung kadar gulanya. Susu bubuk dengan gula biasa (gula pasir) dibanderol Rp 20.000. Sedangkan susu bubuk dengan gula batu Rp 25.000 per pak dan dengan gula aren (low sugar) Rp 30.000 per pak. Dan yang paling mahal adalah susu kambing bubuk tanpa gula, yakni Rp 75.000 per pak. Untuk kerupuk susu dan permen susu dibanderol Rp 15.000-Rp 25.000 per pak. "Susu bubuk juga ada aneka rasa seperti cokelat, stroberi dan vanila. Tapi kami buat yang aneka rasa itu terbatas kalau ada pesanan,” kata Poniman. Ia mengaku dalam sehari Etawa Agro Prima miliknya bisa mengolah sekitar 300-500 liter susu kambing atau sekitar 100 - 150 kilogram (kg) susu bubuk. Praktis, Poniman bisa mengantongi omzet Rp 250 juta - Rp 300 juta dalam sebulan. Kesuksesan Poniman pun menyulut munculnya pemain baru lainnya di Sleman. Tertantang oleh masyarakat yang tak biasa jual susu Usaha pengolahan susu kambing Etawa milik Poniman memang masih skala rumahan. Tempat pengolahannya yang persis berada di belakang rumah baru dia miliki setelah tujuh tahun usahanya berjalan. Dulu, Poniman memakai dapurnya sebagai tempat pengolahan. "Dulu masih koperasi, belum badan usaha seperti sekarang," ujarnya. Dia pun menabung hasil jualannya untuk membangun rumah produksi. Meski skala bisnisnya masih rumahan, distribusi produk Etawa Agro Prima sudah sampai ke luar Jawa. "Permintaan memang lebih banyak dari luar Jawa. Mungkin karena di sana belum ada sentra pengolahan susu kambing etawa seperti di sini," katanya. Untuk mencapai sukses seperti saat ini, Poniman harus melewati beberapa tantangan. Pria 41 tahun ini mengatakan, saat awal memulai usaha, tak mudah meyakinkan masyarakat sekitar bahwa susu kambing etawa juga punya nilai jual. Ia harus mengubah kebiasaan warga yang hanya ingin menjual kambing untuk diambil daging dan kulitnya. Poniman pun menggandeng Dinas Peternakan untuk terus mengedukasi warga. "Awal-awal memang susah sekali meyakinkan masyarakat sini yang juga peternak buat memerah susu kambing. Banyak yang nggak percaya kalau susu kambing bakal laku dijual. Cari pasarnya juga lumayan susah waktu itu. Karena sekitar tahun 1999 sampai 2000 awal, susu kambing belum tren kayak sekarang," tuturnya. Lalu setelah melihat keberhasilan Poniman membesarkan Etawa Agro Prima, beberapa pelaku usaha lain di sekitar Desa Kemirikebo, Kelurahan Girikerto, Sleman mulai banyak yang bermunculan. Mereka mulai ikut mendirikan sentra pengolahan susu kambing Etawa sendiri. Poniman justru senang karena desanya menjadi salah satu sentra pengolahan susu kambing terbesar di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. "Saya nggak berpikir mereka saingan atau bagaimana. Pasar susu kambing juga masih luas kok, masih banyak, tinggal bagaimana kita yang kreatif mengemasnya. Justru saya senang orang-orang sini tingkat ekonominya jadi makin baik karena bisnis susu kambing," tandasnya. Kerjasama dengan masyarakat untuk lebarkan sayap Kisah sukses Poniman merintis dan membesarkan Etawa Agro Prima tak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk kerjasama para peternak di sekitar tempat tinggalnya. Ia bilang, para peternak punya minat yang besar untuk terus belajar. Ia pun juga mengakui jika Etawa Agro Prima dulunya juga peternakan tinggalan orangtuanya. Namun, Poniman termotivasi melakukan transformasi bisnis usai mengikuti pelatihan dari Dinas Peternakan Sleman. Lantas, dia mengajak para peternak di sekitar desanya bekerjasama menjadi mitra. Kini, setiap pagi, Etawa Agro Prima menerima susu kambing murni yang disetorkan para peternak. Ada sekitar 100-150 mitra yang rutin menyetorkan susu kambingnya. Poniman membeli susu kambing dari peternak seharga Rp 15.000 per liter. Harganya tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan harga susu sapi murni yang hanya dibanderol Rp 5.000 per liter.
Tak hanya memberdayakan peternak sekitar, Poniman juga memberdayakan perempuan, khususnya ibu-ibu di sekitar rumah produksinya. Ada sekitar 30 perempuan yang bekerja sebagai perajin susu olahan. Sama seperti kebanyakan pelaku UMKM lain yang kerap kesulitan menambah modal, Poniman pun mengakui dirinya sempat kesulitan untuk menambah modal. Ia berpikir jika bisnis ingin berkembang, dirinya harus berani meminjam modal tambahan. Akhirnya, sejak tahun 2014, Poniman mendapat bantuan modal dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM). "Sebelumnya sempat pinjam juga ke bank, lalu ada tim PNM yang menawarkan pinjaman juga. Ya sudah saya setuju untuk pinjam di PNM karena tidak perlu jauh-jauh ke kantornya dan ada bimbingan juga seputar bisnis," tuturnya. Poniman tergabung menjadi nasabah ULaMM PNM sejak saat itu. Ia mendapat suntikan modal sekitar Rp 200 juta. Melihat usahanya terus berkembang dan potensial, setelah melunasi pinjaman sebelumnya, pria 41 tahun ini memberanikan diri mengajukan pinjaman lagi Rp 500 juta di tahun ini. "Saya pakai dana tambahan itu untuk pengembangan. Mulai dari menambah peralatan produksi dan membantu peternak agar bisa membeli kambing lagi," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.