Sukses menjadi juragan getuk khas Magelang



Mengunjungi tempat tujuan wisata belum afdol rasanya jika belum membawa oleh-oleh khas daerah tersebut. Sebagai salah satu kota tujuan wisata yang menarik wisatawan lokal maupun mancanegara, Magelang memiliki potensi pasar oleh-oleh yang besar. Potensi ini digarap serius oleh Hanggono dan istrinya, pemilik rumah produksi Getuk Marem.

Getuk olahannya kini menjadi incaran wisatawan. Cita rasa yang diberikan Getuk Marem bisa bersaing dengan tujuh merek lain yang lebih dulu ada.

Seperti karakter getuk khas Magelang pada umumnya, Getuk Marem menggunakan tiga warna yang menunjukkan rasa. Warna putih dengan rasa original, warna cokelat yang berasa cokelat, dan warna merah muda dengan rasa esense buah. Getuk Marem dijual dalam kemasan kardus, yang satu kardusnya terdiri dari 16 getuk.

Hanggono mulai merintis usaha ini pada 1986. Ia menjatuhkan pilihan membuat getuk karena sejak tahun 1951 ayahnya juga berprofesi sebagai produsen getuk. "Tapi ayah saya masih mengerjakan manual pakai tenaga manusia," imbuhnya.

Ia memilih menggunakan kata marem dengan harapan konsumen puas dengan produknya. "Marem itu artinya puas. Jadi filosofinya agar pelanggan puas baik itu dalam hal rasa, harga dan pelayanan," kata Hanggono.

Meski begitu, ayah dari 4 orang anak ini awalnya kesulitan memperkenalkan merek tersebut ke pasar. Tapi semua jerih payahnya tidak sia-sia. Getuk Marem kini sangat populer di Magelang.

Di musim liburan semisal long weekend, omzetnya pasti naik minimal 5%. Peningkatan permintaan semakin banyak menjelang atau sesudah Hari Raya Idul Fitri. Di waktu-waktu tersebut omzetnya bisa mencapai ratusan juta. "Kalau Lebaran kenaikannya minimal 25%," ujar Hanggono.

Selain kenaikan permintaan, harga pun kadang ikut naik. Satu kardus Getuk Marem bisa ditebus dengan harga sekitar Rp 20.000. Pembeli bisa mendapatkan makanan olahan ketela ini baik di toko oleh-oleh maupun di rumah produksinya langsung di Jalan Beringin 1, Tidar Krajan, Kota Magelang. "Kalau belinya di rumah pasti lebih murah. Tapi kami tetap menyesuaikan dengan harga di toko," terangnya.

Meski begitu, Hanggono bilang marginnya tidak terlalu besar. Baginya toko oleh-oleh merupakan mitra utama. "Kalau margin antara toko dan beli langsung di tempat terlalu besar, pemilik toko pasti protes," katanya.

Perkembangan bisnis getuk ini dari waktu ke waktu ternyata tidak hanya dinikmati keluarga Hanggono seorang. Dari awalnya hanya dikerjakan 4 orang,  kini Getuk Marem telah mempekerjakan 19 karyawan.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri