KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyukseskan program hilirisasi. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, belum ada komoditas yang sudah siap 100% disetop ekspornya dalam rangka hilirisasi. Untuk itu, pemerintah, menurut Rizal, perlu mendorong pembangunan industri lanjutan sampai manufaktur di Indonesia. “Strategi yang bisa dilakukan bisa dengan penugasan khusus kepada BUMN tertentu yang dibentuk untuk itu sebagai industri pioneer. Hal ini perlu dilakukan apabila swasta kurang berminat untuk itu,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id (22/12).
Tantangan lainnya, terdapat pula masalah perizinan yang perlu dibenahi untuk mendorong pengembangan industri.
Baca Juga: Kemenperin Terus Mendorong Hilirisasi Berbagai Sektor Industri Dalam Negeri “Hal lain yang harus dibantu oleh pemerintah adalah masalah perizinan yang masih dirasa terlalu lama seperti amdal, dan lain-lain. Banyak sekali izin-izin yang harus diurus baik di pusat maupun di daerah. Ini akan menjadi handicap bagi pengembangan industri nasional,” terang Rizal. Seperti diketahui, pemerintah tengah memperkuat sektor hilir. Upaya ini sebelumnya telah melahirkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang berlaku sejak Januari 2020 lalu. Menyusul, larangan ekspor juga direncanakan berlaku pada bijih bauksit pada Juni 2023 mendatang, juga pada komoditas-komoditas mineral lainnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Pemerintah masih menghitung komoditas mana lagi yang menyusul untuk dihentikan ekspor bahan mentahnya. Ia menegaskan larangan ekspor tak harus menunggu industri komoditas tersebut siap sepenuhnya. “Untuk komoditas lain itu dikalkulasi dihitung mengenai kesiapan industrinya. Begitu industrinya setengah siap, nggak usah harus siap, setengah siap langsung kita hentikan. Kita paksa untuk segera industrinya diselesaikan," kata Jokowi dalam Keterangan Pers, Rabu (21/12). Di saat yang sama, pemerintah juga tengah mengawal pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sampai dengan akhir Desember 2021 lalu, sudah selesai dibangun sebanyak 21 fasilitas pemurnian mineral, yang terdiri dari 15 fasilitas pemurnian mineral Nikel, 2 fasilitas pemurnian mineral Bauksit, 1 fasilitas pemurnian mineral Besi, 2 fasilitas pemurnian mineral Tembaga, dan 1 fasilitas pemurnian mineral Mangan.
Baca Juga: Ekspor Dilarang, Penyerapan Bijih Bauksit Dalam Negeri Digenjot Di tahun 2022, terdapat 7 proyek smelter baru lagi yang dijadwalkan beroperasi. Dua di antaranya merupakan smelter yang terintegrasi dengan kegiatan penambangan, yakni pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH) PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berlokasi di Maluku Utara, dan smelter milik PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) di Kalimantan Selatan. Sementara itu, lima smelter lainnya merupakan smelter stand alone. Kelimanya meliputi smelter dengan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) PT Smelter Nikel Indonesia di Banten, smelter timbal bullion PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, smelter Zinc Ingot PT Kobar Lamandau Mineral di Kalimantan Tengah, smelter grade alumina PT Well Harvest Winning AR (Fase II) di Kalimantan Barat, dan smelter Pig Iron PT Alchemist Metal Industry di Maluku Utara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi