Suku Amungme ajukan banding kasus Freeport



JAKARTA. Sengketa gugatan masyarakat adat Suku Amungme di Kabupaten Timika, Papua, kepada PT Freeport Indonesia belum berakhir. Meski gugatannya sudah ditolak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Titus Natkime yang mewakili Suku Amungme sebagai penggugat, belum menyerah. Titus mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Kuasa hukum Titus Natkime, Heber Sihombing mengaku telah mengajukan pernyataan banding atas putusan hakim PN Jakarta Selatan 9 Februari 2011. "Kami mengajukan pernyataan banding 23 Februari lalu," katanya, akhir pekan lalu. Cuma, karena belum menerima salinan putusan resmi dari pengadilan, Heber mengaku belum mengajukan memori banding.

Heber menyatakan, ia mengajukan banding karena proses persidangan di PN Jakarta, secara substansial, belum memenuhi hukum acara. Sebab, tergugat belum memberikan jawaban atas gugatan yang dilayangkan pihaknya.


Selain itu, menurut Heber, majelis hakim keliru dalam mengartikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Aturan MA itu mengatur ketentuan gugatan yang mengatasnamakan perwakilan kelompok tertentu.

Menurut Heber, pertimbangan majelis hakim yang memutuskan, pihak penggugat seharusnya menyebutkan secara rinci masing-masing marga dalam Suku Amungme terkait dengan gugatan ganti rugi itu, bertolak belakang dengan beleid MA itu.

Banding bakal percuma

Heber menegaskan, gugatan ini tidak mengatasnamakan Titus secara pribadi, melainkan mewakili Suku Amungme. Karena itu, dia selalu memberitahu perkembangan perkara ini. "Nanti akan ada konferensi pers soal gugatan ini," imbuhnya.

Kuasa Hukum Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ecoline Situmorang menyatakan, upaya banding itu adalah hak Titus. Cuma, menurutnya, upaya banding itu akan percuma.

Pasalnya, gugatan yang mengatasnamakan perwakilan kelompok tersebut ditolak lantaran tidak memenuhi prosedur gugatan class action. Menurutnya, Titus sama sekali tidak pernah mensosialisasikan perihal gugatan mengenai tanah ulayat atas nama Suku Amungme, yang memang didiami oleh banyak marga selain Marga Natkime.

Juru Bicara Freeport, Ramdani Sirait mengklaim bahwa perusahaannya selama ini telah memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat di sekitar areal pertambangan Freeport. Dia mengklaim bahwa Freeport juga merupakan pelopor pembayaran hak ulayat di industri pertambangan di Indonesia.

Sekadar berkilas balik, Titus, Kepala Suku Amungme, menggugat Freeport ke Jakarta karena menuding perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu telah menduduki tanah ulayat milik sukunya sejak 1969 silam. Suku Amungme direlokasi ke tanah ulayat milik Suku Kamoro. Buntutnya, relokasi itu kerap memicu konflik antarkedua suku.

Titus menuntut Freeport membayar ganti rugi sebesar US$ 20,84 miliar. Suku Amungme juga meminta ganti rugi immaterial US$ 30 miliar. Di tengah jalan, IHCS mengajukan gugatan intervensi. Menurut IHCS, gugatan itu tak layak karena penggugat, Titus Natkime, putra Kepala Suku Amungme, tidak berhak mengklaim mewakili semua suku Amungme yang meliputi seluruh Gunung Grassberg.

IHCS juga menilai gugatan Titus malah akan menghalangi proses pelaporan Suku Amungme ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyangkut masalah ini. Awal Februari lalu, PN Jakarta Selatan memutuskan menolak gugatan ini karena tidak menyebut seluruh marga di Suku Amungme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini