Suku bunga acuan menanti kebijakan BBM



JAKARTA. Kamis besok (13/11) Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan. Para ekonom yang dihubungi KONTAN, Senin (10/11), memprediksi RDG akan memutuskan tetap menjalankan kebijakan moneter ketat dengan menahan suku bunga acuan atau BI rate tetap 7,5%. 

Ekonom DBS Gundy Cahyadi berpendapat, BI masih harus mempertahankan kebijakan moneter ketat. Alasannya, stabilitas kebijakan sangat penting untuk menjaga kepercayaan pelaku pasar. Ini sekaligus untuk mengatasi  defisit transaksi berjalan.

Prediksi Gundy, defisit transaksi berjalan akan berada pada kisaran 3,2% dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar US$ 7 miliar. Peningkatan surplus pada neraca non minyak dan gas menjadi hal yang penting karena neraca minyak masih menjadi momok. Gundy memperkirakan hingga akhir tahun defisit transaksi berjalan masih akan berada di kisaran 3%.


Kepala Ekonom BII Juniman mengatakan, belum ada alasan bagi BI untuk mengubah suku bunga dalam waktu dekat. Data terbaru, pada Oktober tercatat inflasi tahunan atau year on year (yoy) sebesar 4,83%. "Ini masih dalam level yang dapat dikendalikan," kata Juniman.

Ke depan, BI akan mencermati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kepastian pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi di November ini menjadikan BI wait and see. "Jika  ada kenaikan BBM yang tidak terlalu besar, level 7,5% masih cukup," ujar Juniman.

Kenaikan yang tidak terlalu besar ini, bagi Juniman, adalah Rp 2.000 per liter. Dengan kenaikan itu, inflasi hingga akhir tahun diproyeksi mencapai 7%–7,5%. Besaran inflasi itu lebih kecil dibandingkan saat harga BBM naik tahun 2013, yakni mencapai 8,38% dan BI rate sebesar 7,5%.

Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi bilang, BI baru akan menaikkan suku bunga ketika pemerintah menaikkan harga BBM. Besaran kenaikan adalah 0,25% pada triwulan IV 2014 setelah pengumuman kenaikan harga untuk membantu menjaga ekspektasi inflasi ke depan.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, suku bunga pada tahun ini akan berubah jika pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter. Kenaikan itu akan menyebabkan inflasi hingga akhir tahun naik menjadi 8%–9%. "Jika itu terjadi, BI rate bisa naik 0,25%-0,5%," tandas David.

Bagi David, harga BBM lebih baik naik tahun ini sebesar Rp 3.000/liter dan BI rate terkerek naik 0,25%–0,5%. Alasannya, ini akan memudahkan pemerintah dan BI menghadapi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). "Suku bunga di AS pasti naik tahun depan, makanya sejak tahun ini seharusnya kita sudah siap-siap," terang David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto