KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang diproyeksikan akan kembali turun berpotensi makin menekan imbal hasil reksadana pasar uang.
Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana memproyeksikan, BI akan memangkas suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (24/10). Wawan menilai ruang penurunan suku bunga masih terbuka karena inflasi yang secara tahunan di 2,2% masih dalam level rendah di bawah 3%. "
Spread wajar inflasi dan suku bunga rata-rata berada di 1,5% berarti suku bunga wajar harusnya di 4,5%. Jadi secara bertahap suku bunga memang mengarah turun," kata Wawan, Selasa (22/10). Apalagi, pemerintah kini sedang mengejar pertumbuhan ekonomi, suku bunga rendah diperlukan untuk mendorong konsumsi.
Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Ditopang Sentimen Domestik premium Indra M. Firmansyah,
Director & Head of Investment Pinnacle Investment juga memproyeksikan BI7DRRR akan turun di bulan ini mengikuti Fed Fund Rate yang juga diproyeksikan akan turun 25 basis poin (bps) di akhir Oktober. Di sisi lain penurunan suku bunga yang memberi stimulus untuk pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi imbal hasil reksadana pasar uang yang memiliki aset dasar deposito. Wawan memproyeksikan rata-rata imbal hasil reksadana pasar uang di tahun ini berada di 4,5%, turun dari imbal hasil tahun lalu yang berada di 5%. Namun, untuk 2020, Wawan memproyeksikan imbal hasil reksadana pasar uang masih turun di 4% karena tren suku bunga masih akan rendah. Strategi MI Meski suku bunga deposito akan menciut, Indra optimistis tetap bisa menjaga imbal hasil reksadana pasar uangnya karena juga berinvestasi pada obligasi bertenor kurang dari satu tahun. Racikan porsi portofolio Indra atur kurang lebih 60% di obligasi dan 40% di deposito. Untuk aset di deposito, Indra mengatakan lebih tertarik masuk ke deposito yang ditawarkan bank BUKU III dan II dengan neraca keuangan prima. Salah satu produk reksadana pasar uang Pinnacle Investement adalah Pinnacle Money Market Fund. Berdasarkan data Infovesta Utama, per Senin (21/10), reksadana tersebut tumbuh 6,43% dalam satu tahun terakhir.
Baca Juga: Ekonomi global loyo, dana kelolaan reksadana saham denominasi dollar AS menyusut Sementara dalam tiga tahun ke belakang berhasil torehkan imbal hasil 18,03%. Kinerja tersebut mengungguli kinerja rata-rata rekadana pasar uang yang terecermin dalam Infovesta Money Market Fund yang tumbuh 5,22% dalam setahun terakhir dan tumbuh 14,16% dalam tiga tahun terakhir. Agar kinerja unggul tetap terjaga, Indra menaikkan porsi di obligasi meski kenaikan porsi kurang dari 10%.
Wawan menambahkan umumnya imbal hasil obligasi korporasi dengan tenor kurang dari satu tahun lebih tinggi dari obligasi pemerintah dengan tenor sama. "Sekarang obligasi korporasi dengan
rating BBB masih bisa kasih imbal hasil 9,5%, cukup tinggi," kata Wawan. Umumnya reksadana pasar uang ditujukan untuk investasi dengan likuiditas tinggi. Oleh karena itu umumnya, manajer investasi memilih obligasi pemerintah karena memiliki likuiditas tinggi. Namun, bila manajer investasi fokus mengincar imbal hasil tinggi maka obligasi korporasi lebih cocok dipilih dengan catatan, risiko likuiditas yang lebih rendah dari obligasi pemerintah. "Jika manajer investasi sudah bisa memprediksi
cash flow nasabahnya, obligasi korporasi bisa dipilih," kata Wawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati