KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate (BI7DRR) di level 3,5%. Keputusan tersebut dinilai bisa menjadi katalis positif untuk emiten sektor properti. Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano mengungkapkan, hal tersebut seharusnya bisa memberi imbas positif terhadap penjualan emiten properti. Bahkan, ketika suku bunga naik sekalipun, ia melihat likuiditas di perbankan masih akan melimpah. Ia juga meyakini bunga kredit KPR akan masih tetap di level rendah ke depan seiring perbankan masih memiliki margin yang baik. Dengan likuiditas yang berlimpah, serta margin yang masih tinggi, maka dapat membuat perbankan lebih agresif menyalurkan kredit KPR ke depan.
Baca Juga: Summarecon Agung (SMRA) Akan Meluncurkan Proyek Township pada Semester II-2022 Sepakat, analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei juga meyakini keputusan suku bunga yang dipertahankan di level rendah tentu dapat menjadi sentimen positif untuk sektor properti saat ini. Akan tetapi, dari sisi kinerja, ia melihat sektor ini akan cenderung stagnan pertumbuhannya pada tahun ini. Sekalipun tumbuh, kemungkinan kenaikannya akan cenderung terbatas, hanya di
single digit. “Hal ini efek dari high base di tahun 2021 silam, saat kinerja
marketing sales emiten properti melonjak dari tahun 2020,” ujar Jono ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/7). Sementara Victor melihat pada kuartal III-2022, emiten properti justru bisa mencatatkan pertumbuhan
marketing sales yang solid dan bisa menjadi katalis positif. Ia mengekspektasikan, angka
marketing sales akan naik seiring dengan banyaknya peluncuran produk baru dari berbagai developer. Selain itu, penjualan juga akan ditopang oleh segera berakhirnya program subsidi VAT pada akhir September mendatang yang diharapkan akan mendorong minat pembeli. “Kami juga melihat akan ada pertumbuhan
marketing sales yang signifikan pada kuartal III-2022, seiring dengan efek
low base pada periode sebelumnya akibat adanya penyebaran Covid-19 varian delta,” imbuhnya. Analis DBS Vickers Sekuritas Indonesia Andrea Saraswati dalam risetnya pada 18 Juli menuliskan, pada tahun ini, target agregat
marketing sales properti lebih tinggi 20% dari target 2021, serta 4% lebih tinggi dari realisasi 2021. Jika melihat dari realisasi
marketing sales beberapa emiten properti sepanjang semester I-2022, 46-51% dari target setidaknya terpenuhi. Menurut Andrea hal tersebut sudah inline untuk mencapai target di tahun 2022. Perolehan tersebut juga menjadi kabar baik mengingat pada tahun ini insentif program VAT punya kontribusi yang minim. Ditambah lagi, pada paruh kedua, umumnya emiten properti akan meluncurkan lebih banyak proyek baru yang bisa mendorong penjualan.
Baca Juga: Keputusan BI Tahan Suku Bunga Positif untuk Bursa, Negatif bagi Rupiah “Performa baik emiten properti sepertinya belum
priced-in ke harga saham seiring koreksi yang terjadi sepanjang semester I-2022. Tapi, koreksi ini justru bisa menjadi
entry point yang menarik seiring dengan outlook positif pada marketing sales,” jelas Andreas dalam risetnya. Namun, Jono menambahkan, saham emiten properti masih dibayangi beberapa sentimen negatif. Mulai dari potensi kenaikan suku bunga dan inflasi pada sisa tahun ini yang berimbas pada pelemahan daya beli masyarakat. Belum lagi adanya ancaman kenaikan harga bahan baku. Ditambah lagi, saham emiten properti belakangan juga mulai ditinggalkan investor
big money seperti manajer investasi. Pasalnya, secara kapitalisasi pasar, sektor ini jauh lebih kecil dibandingkan sektor lainnya. “Tak hanya ditinggalkan (investor besar), hal ini juga membuat saham emiten properti dapat menjadi kurang likuid,” jelas Jono. Walaupun investor dari kalangan manajer investasi mengurangi porsinya, Victor menyebut sikap investor korporasi dan ritel justru sebaliknya. Setidaknya, hingga akhir Juni, porsi investor korporasi dan ritel masing-masing justru naik 9% dan 2% dari posisi akhir tahun 2021. Secara umum, Victor masih percaya bahwa sektor properti masih berada di
upcycle dan valuasi saat ini tidak mencerminkan hal tersebut. Ia masih mempertahankan rating overweight untuk sektor ini dan menjadikan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) sebagai top pick. Andreas juga menjadikan BSDE sebagai top pick untuk emiten properti. Menurutnya, BSDE sejauh ini memiliki pencapaian
marketing sales terbaik. Lalu, dengan
positioning di pasar yang baik, target marketing sales sebesar Rp 7,7 triliun sangat mungkin untuk dicapai. Sementara Jono meyakini, emiten properti yang bisa diperhatikan yaitu yang mayoritas produknya rumah tapak dan memiliki lokasi yang strategis secara geografis, misal di kota-kota tier 1 atau penghasil komoditas. Selain itu, emiten tersebut juga memiliki sumber pendapatan berulang yang kuat sehingga mempunyai arus kas yang stabil.
Baca Juga: Analis Rekomendasikan Saham-saham Ini Pasca BI Pertahankan Suku Bunga Acuan “Selain itu, emiten yang mempunyai neraca yang sehat juga akan lebih kuat menghadapi tantangan global saat ini. Kami menjadikan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) sebagai
top pick,” jelas Jono. Berikut rekomendasi para analis untuk saham emiten properti: 1. PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE) Analis BRI Danareksa Victor Stefano merekomendasikan beli untuk saham BSDE dengan target harga Rp 1.450 per saham. 2. PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA) Analis DBS Vickers Sekuritas Indonesia Andrea Saraswati merekomendasikan beli saham SMRA dengan target harga Rp 895 per saham 3. PT Ciputra Development Tbk (
CTRA)
Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei merekomendasikan beli saham CTRA dengan target harga Rp 1.500 per saham. 4. PT Pakuwon Jati Tbk (
PWON) Analis Sucor Sekuritas Benyamin Mikael merekomendasikan beli saham PWON dengan target harga Rp 650 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi