Suku bunga BI naik, obligasi menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali mengerek suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Kenaikan suku bunga acuan untuk kedua kalinya di bulan ini didasari keinginan BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Maklumlah, mata uang Garuda sampai saat ini masih belum lepas dari tekanan. Rupiah dikhawatirkan bisa melemah lebih dalam menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada pertengahan Juni mendatang.

Kenaikan suku bunga BI ini juga bisa mempengaruhi portofolio investasi investor. Naiknya BI 7-DRR bakal mempengaruhi imbal hasil suatu instrumen investasi.


Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan, naiknya suku bunga acuan BI berpotensi meningkatkan performa obligasi, baik obligasi pemerintah maupun korporasi. Ini dengan catatan, kondisi nilai tukar rupiah stabil.

Untuk itu, investor yang memiliki toleransi terbatas terhadap volatilitas pasar dan horizon investasinya pendek hingga menengah, bisa memperbesar penempatan dana di reksadana pendapatan tetap yang memiliki fitur pembagian dividen secara reguler. Sementara, investor dengan profil risiko tinggi sebaliknya dapat melirik saham maupun reksadana saham.

Para pakar menyarankan investor memilih reksadana saham dengan aset dasar saham big caps yang fundamentalnya kuat. "Contohnya, saham atau reksadana yang berbasis indeks IDX30 atau LQ45. Tapi, investasinya dilakukan secara bertahap saja," saran Farash, Rabu (30/5).

Investor juga disarankan tidak buru-buru menambah alokasi ke instrumen pasar uang. Lantaran likuiditas bank masih cukup besar, para pengamat meragukan kenaikan suku bunga acuan langsung mengerek bunga deposito.

Jauhi emas

Cuma, investor tetap harus mengantisipasi ketidakpastian global. Ketegangan geopolitik, potensi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, serta potensi krisis Italia dan Uni Eropa, berpeluang menekan pasar modal.

Untuk itu, perencana keuangan OneShildt Personal Financial Planning Budi Raharjo menilai, dalam jangka pendek, instrumen pasar uang bisa jadi pilihan. "Tujuannya memang bukan untuk growth, tapi menjaga nilai modal agar tidak tergerus volatilitas pasar," terang dia. Investasi yang sudah mencapai target keuntungan bisa dipindah ke pasar uang untuk menghindari rugi.

Budi juga menilai investor yang horizon investasinya di atas dua tahun bisa melakukan akumulasi obligasi di saat harganya terkoreksi.

Kendati pamor aset safe haven menanjak di tengah ketidakpastian global, Budi tak begitu menyarankan emas. "Alasannya, dollar AS saat ini masih terus menguat sehingga harga emas tetap tertekan," ujar dia.

Selain itu, pelaku pasar lebih banyak memanfaatkan dollar AS sebagai safe haven  saat ini. Investor bisa masuk ke dollar AS, namun hanya untuk diversifikasi investasi jangka pendek.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati