Suku bunga BI turun lagi, jadi angin segar untuk saham sektor properti



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebesar 25 basis poin menjadi 4% pada bulan Juli ini. Keputusan BI menggunting suku bunga ini berdampak positif untuk sektor properti.

Analis Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr menilai, penurunan suku bunga acuan ini tentu baik untuk saham properti. Harapannya transmisi kebijakan moneter ini dapat menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). "Sehingga dapat meringankan debitur KPR dan mendongkrak minat pembelian properti," ujarnya ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/7).

Penurunan suku bunga KPR oleh perbankan juga tergantung dari masing-masing bank. Sebab, sekarang ini ruang gerak perbankan juga terbatas akibat Covid-19.


Baca Juga: BI memangkas suku bunga jadi 4%, begini prospek saham properti

Zamzami mengatakan, sektor properti sudah lagging dan harusnya penurunan BI-7DRRR sebanyak dua kali beruntun ini dapat menjadi katalis positif saham-saham sektor properti. Pendorong lain untuk saham sektor properti adalah pertumbuhan permintaan dari populasi kelas menengah, backlog perumahan yang cukup besar, serta kebijakan yang suportif.

Meski demikian, ia mengatakan, pandemi Covid-19 ini cukup memukul daya beli, terlihat dari penurunan marketing sales berapa emiten properti. "Juga, shifting masyarakat untuk lebih mengutamakan mencukupi kebutuhan primernya (pangan)," tambahnya.

Pada semester pertama tahun ini, beberapa emiten properti mencatat penurunan marketing sales. Misal, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) membukukan penurunan marketing sales hingga 50% secara tahunan (yoy) dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 1,1 triliun.

Marketing sales PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga turun 16,67% dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2 triliun. Sedangkan pengembang kawasan modern terpadu Kota Deltamas, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) mengalami penurunan marketing sales sebesar 13,93% dari Rp 1,22 triliun menjadi Rp 1,05 triliun.

Zamzami melihat, investor masih menunggu perbaikan pada kinerja emiten properti dan mewaspadai risiko gelombang kedua Covid-19. Memang secara sektoral, saham properti diperdagangkan diskon dari nilai net asset value (NAV).

Ia menyarankan pelaku pasar untuk wait and see lebih dulu saham-saham sektor properti dan mulai mengoleksi saat ada kejelasan mengenai kasus Covid-19. "Dari perkembangan meliputi vaksi, kebijakan PSBB dan data-data atau kinerja yang tercermin ada perbaikan di sektor, seperti kenaikan marketing sales, indeks harga properti, dan kinerja laporan keuangan emiten," ulasnya.

Baca Juga: Selama new normal, tren pencarian tanah melesat 60%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat