Suku Bunga BI Turun, Penerbitan Obligasi Korporasi Diramal Semarak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI rate menjadi angin segar bagi pasar obligasi, khususnya obligasi korporasi. Pelonggaran moneter diperkirakan mendorong sektor riil sehingga menurunkan risiko gagal bayar.

Fixed Income & Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi mengatakan, pemangkasan BI rate berpotensi mendorong penerbitan obligasi oleh korporasi.

"Penurunan BI rate bisa meningkatkan animo emiten untuk menerbitkan obligasi korporasi dengan target penerbitan Rp 160 triliun - Rp 180 triliun," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).


Ia juga menyebut, pemangkasan suku bunga berpotensi mendorong kinerja sektor riil. Alhasil risiko gagal bayar menjadi turun.

Baca Juga: Menakar Dampak Pemangkasan BI Rate Terhadap Utang Jatuh Tempo

Head of Economic Research Division Pefindo Suhindarto sepakat pemotongan BI rate akan mendukung pasar surat utang di dalam negeri menjadi lebih kondusif. Penurunan suku bunga akan mendorong yield dan kupon di pasar turun, sementara harga akan mengalami kenaikan.

Alhasil, penerbitan obligasi korporasi di 2025 masih akan semarak. Berdasarkan hitungannya, nilai penerbitan obligasi di 2025 berkisar antara Rp 139,29 triliun hingga Rp 155,43 triliun dengan titik tengah pada Rp 143,91 triliun.

Proyeksi itu meningkat dari tahun 2024. Pefindo mencatat penerbitan obligasi korporasi pada tahun lalu sebesar Rp 149,73 triliun.

Adapun pendorong penerbitan di tahun 2025, diantaranya kebutuhan refinancing yang masih tinggi. "Terindikasi dari surat utang jatuh tempo di tahun 2025 yang mencapai Rp 159,74 triliun, yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah pasca maraknya penerbitan surat utang bertenor satu tahun di tahun 2024 lalu," kata Suhindarto.

Selain itu, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat juga akan mendorong perusahaan untuk mencari alternatif dana yang relatif lebih murah. Hal tersebut juga akan mendorong lembaga keuangan itu sendiri untuk mencari sumber dana baru untuk disalurkan menjadi kredit/pembiayaan.

"Suku bunga yang menurun juga akan membuat premi relatif melandai akibat leverage keuangan perusahaan yang membaik," ujarnya.

Baca Juga: BI Pangkas Suku Bunga Acuan, Yield SUN 10 Tahun Berpotensi Naik ke 7,5%

Investor diuntungkan

Dari sisi investor juga diuntungkan, lantaran imbal hasil obligasi yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah.

Pefindo mengasumsikan apabila BI rate turun 50 bps - 75 bps, maka rata-rata spread yield antara obligasi korporasi dan pemerintah tenor 10 tahun untuk rating AAA 65 bps - 85 bps.

Lalu, rating AA 115 bps - 135 bps, rating A spread yield 310 bps - 330 bps, dan peringkat BBB spread yield 475 bps - 530 bps.

Walau demikian, masih ada tantangan untuk pasar obligasi korporasi. Suhindarto menilai risiko global yang masih akan tinggi berpotensi membuat pasar lebih volatil dan premi yang diminta menjadi lebih besar.

"Potensi fluktuasi nilai tukar juga masih perlu diperhatikan, terutama ketika pelonggaran moneter di AS benar-benar terjadi dengan lebih lambat daripada perkiraan pasca dilantiknya Donald Trump nanti," terangnya.

Baca Juga: Pefindo: Prospek Pasar Obligasi di 2025 Tetap Positif

Kemudian, tingginya rencana penerbitan surat utang pemerintah akibat kebutuhan pendanaan yang lebih besar akan bisa berpotensi menahan yield dan membuatnya cenderung kaku untuk turun.

Lalu, persaingan dalam memperoleh likuiditas dari instrumen substitusi seperti SBN dan SRBI juga perlu diantisipasi karena berpotensi membuat penyerapan penerbitan kurang maksimal.

Lionel memperkirakan dengan kondisi saat ini, yield SUN 10 tahun di kuartal I 2025 akan berada di level 7%. Sementara, jika ada pelonggaran moneter lebih lanjut, yield berpotensi turun di bawah 7%.

Adapun Pefindo memproyeksikan yield SUN 10 tahun direntang 6,31% - 6,69% di akhir 2025.

Selanjutnya: Harga Baja Masih Loyo, Begini Prospek Kinerja Emitennya di Tahun 2025

Menarik Dibaca: 4 Manfaat Olahraga saat Haid, Ampuh Atasi Gejala PMS lo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat