Suku bunga China gagal angkat nikel



JAKARTA. Keputusan People’s Bank of China (PBoC) memangkas tingkat suku bunga gagal mengangkat harga nikel. Kebijakan ini justru menyebabkan investor semakin khawatir dengan kondisi ekonomi China sebagai konsumen nikel terbesar dunia.

Mengutip Bloomberg, Senin pukul 09.21 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,4% menjadi US$ 10.470 per metrik ton. Kendati begitu, sepekan terakhir harga nikel menguat 0,8%.

Bunga kredit di China turun menjadi 4,35% dari sebelumnya 4,6%, sedangkan bunga deposito dipangkas menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,75%. Kebijakan ini untuk mendorong belanja masyarakat serta meringankan biaya pinjaman perusahaan.


Seiring stimulus ekonomi ini, harga nikel justru semakin tenggelam. Pemerintah Tiongkok memang sedang mencari cara untuk memperbaiki ekonomi dalam negeri yang tahun ini diperkirakan tumbuh paling lambat dalam seperempat abad.

Industri manufaktur dan konstruksi sebagai penggerak ekonomi terlihat goyah dengan tingkat konsumsi yang semakin turun. Sejak November 2014, China sudah enam kali memangkas tingkat suku bunga.

"Tindakan stimulus gagal menenangkan pasar dan pelaku pasar terlihat masih khawatir permintaan metal tetap lemah," ujar Xiao Jing, analis Capital Futures Co. di Beijing, seperti dikutip Bloomberg.

Sedangkan Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, mengatakan, pemangkasan suku bunga PBoC mendapat respon positif dari pelaku pasar saham, terlihat dari naiknya harga saham.

Kenaikan saham membuat nilai tukar dollar AS melemah sehingga berpotensi melambungkan harga komoditas. "Penurunan harga nikel mungkin konsolidasi menjelang pengumuman Federal Open Market Committee Kamis dini hari nanti," ujarnya.

Menurut Wahyu, sebagian besar harga logam memang sedang konsolidasi. Ancaman perlambatan ekonomi China justru menjadi alasan The Fed menunda kenaikan suku bunga tahun ini.

Stimulus ekonomi oleh pemerintah Negeri Panda dapat menjadi sentimen positif bagi kenaikan harga komoditas. Tapi, potensi pulihnya permintaan belum terlihat selama ekonomi China masih melambat. "Tidak banyak perubahan supply and demand, karena perlambatan di China," lanjut Wahyu.

Namun jika The Fed mengumumkan penundaan suku bunga pada Kamis mendatang, Wahyu memperkirakan, nikel siap rebound. Selasa (27/10), Wahyu memprediksi, harga nikel menguat di rentang US$ 10.400– US$ 10.700 per metrik ton.

Selama sepekan ke depan, harga diperkirakan bergerak di US$ 10.200–US$ 10.900 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie