KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Besaran kupon Surat Berharga Negara (SBN) diperkirakan lebih rendah di tahun 2025. Potensi pemangkasan suku bunga acuan bakal berpengaruh signifikan pada penentuan besaran kupon SBN. Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe menyebutkan, besaran kupon SBN ritel maupun non ritel di tahun depan akan sangat bergantung pada kondisi pasar keuangan, tingkat suku bunga acuan, dan dinamika likuiditas pada saat penerbitan SBN. Amir menjelaskan, penurunan suku bunga acuan dapat berdampak pada penurunan tingkat kupon SBN. Jika suku bunga acuan turun dan permintaan investor tetap tinggi, kondisi ini dapat menekan
yield ke level yang lebih rendah.
Dengan demikian, ada kemungkinan kupon yang ditawarkan juga lebih rendah dibandingkan tahun ini. Namun perlu diingat bahwa keputusan akhir penentuan besaran kupon SBN tetap mempertimbangkan kondisi pasar, seperti permintaan investor dan kebutuhan pembiayaan pemerintah.
Baca Juga: Total Penjualan ST013 Mencapai Rp 20,4 Triliun, Didominasi Investor Milenial Pemerintah umumnya menentukan kupon berdasarkan tingkat imbal hasil pasar dan strategi pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan fiskal. Oleh karena itu, kupon dan yield obligasi di tahun depan akan mencerminkan dinamika pasar saat penawaran dilakukan. ‘’Faktor utama meliputi tingkat suku bunga acuan, inflasi, kondisi pasar global, serta persepsi risiko terhadap ekonomi domestik. Selain itu, strategi pembiayaan pemerintah dan tingkat likuiditas di pasar juga menjadi pertimbangan penting,’’ kata Amir saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (10/12). Menurut Amir,
yield SUN 10 tahun sebagai acuan (
benchmark) berpotensi bergerak turun di tahun depan dengan target level di sekitar 6,5%. Faktor utama yang membuat
yield turun yang mengindikasikan pasar obligasi menguat ialah tren pemangkasan suku bunga diperkirakan berlanjut di tahun 2025. Di sisi lain, tetap perlu diantisipasi volatilitas pasar obligasi masih akan cukup tinggi di 2025. Potensi tekanan di pasar obligasi berasal dari dinamika kebijakan moneter global dan ketidakpastian geopolitik. Amir berujar, imbal hasil SBN juga merupakan daya tarik utama asing berpartisipasi di pasar surat utang domestik. Investor asing atau non residen biasanya akan membandingkan imbal hasil SBN dengan imbal hasil US Treasury, mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah, serta mengantisipasi kondisi geopolitik dan ekonomi global. Sementara itu, Amir menuturkan bahwa penghimpunan dana SBN Ritel tahun depan akan bergantung pada kebutuhan pembiayaan fiskal, daya tarik imbal hasil bagi investor, dan kondisi ekonomi secara umum. Pemerintah akan terus menyesuaikan strategi untuk mencapai target yang optimal baik dari sisi jumlah maupun
cost of fund.
Baca Juga: Pemerintah akan Melelang 8 Seri SUN pada Selasa (10/12) Besok, Ini Daftar Lengkapnya Tahun 2024, pemerintah menghimpun total penjualan dari SBN Ritel sebesar Rp 148,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 lalu yang sebesar Rp 147,44 triliun. Penjualan tahun ini berasal dari penawaran tujuh SBN Ritel yakni ORI025, SR020, ST012, SBR013, SR021, ORI026, serta ST013. Amir menilai, kebutuhan utang yang lebih tinggi tentunya dapat mendorong peningkatan penawaran SBN, termasuk SBN Ritel. Namun, besaran aktual tetap bergantung pada strategi pembiayaan yang ditentukan pemerintah, mencari titik optimal antara harga (
cost of fund) dan volume penerbitan (
size). Seperti diketahui, pemerintah bakal menerbitkan SBN senilai Rp 642,56 triliun pada tahun 2025. Penerbitan SBN tersebut naik 42,2%, jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2024 sebesar Rp 451,85 triliun. Fixed Income dan Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi memproyeksi, penjualan obligasi ritel bakal lebih tinggi di tahun 2025.
Hal itu sejalan dengan potensi penerbitan SBN hingga Rp 1.330 triliun, sejalan dengan kebutuhan refinancing SBN tahun depan yang mencapai Rp 560 triliun. ‘’Penjualan obligasi ritel tahun depan berpeluang lebih tinggi,’’ ungkap Lionel kepada Kontan.co.id, Selasa (10/12). Dengan kondisi tersebut, Lionel memperkirakan penerbitan SBN Ritel bakal mencapai kisaran Rp 140 triliun – Rp 180 triliun. Hanya saja, rata-rata kupon SBN Ritel yang ditawarkan tahun depan kemungkinan bakal lebih rendah. Besaran kupon obligasi ritel tahun depan diproyeksi akan berkisar 5.8% - 6.2%, lebih rendah daripada tahun ini berkisar 6,3%-6,5%.
Baca Juga: Investasi Obligasi di Pasar Sekunder Dinilai Punya Prospek Cerah Adanya potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) sekitar 50-75 bps dengan asumsi The Fed memangkas 100 bps, bakal membuat kupon turun mengikuti pergerakan yield obligasi acuan.
Sementara itu, kupon SUN diperkirakan tidak akan berbeda dengan penawaran kupon FR0103 dan FR0104. Untuk diketahui, FR0103 dan FR0104 merupakan kedua seri SUN 10 tahun dan 5 tahun di tahun 2025. Berdasarkan data DJPPR, FR0103 memiliki tingkat kupon sebesar 6,75%, sedangkan kupon FR0104 sebesar 6,50%. ‘’Idealnya kupon SBN ritel akan berkisar di rentang tersebut. Akan tetapi, pemerintah yang menentukan, jadi perlu dilihat tren nanti bakal seperti apa,’’ imbuh Lionel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari