KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju inflasi tahunan tercatat melandai ke level 3,08% pada Juli 2023. Namun, penurunan inflasi dinilai tidak cukup untuk menurunkan suku bunga ke depan. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Suku Bunga kredit masih dalam tren naik secara tahunan. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadap BI7DRR pada Mei 2023 misalnya tercatat sebesar 8,79%, sama dengan posisi bulan sebelumnya. Sementara Suku bunga simpanan perbankan masih bergerak meningkat dengan rata-rata tingkat bunga deposito rupiah seluruh bank bergerak di level 3,83% pada Juni 2023. Sementara pada Juni 2023, suku bunga rata-rata valuta asing industri naik juga telah naik 4 bps ke level 1,64% pada Juni 2023.
Baca Juga: Tren Suku Bunga Masih Tinggi, Intip Rekomendasi Saham BBRI Berikut Ini Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan, secara umum sepanjang semester I 2023, suku bunga perbankan cenderung flat, yaitu bunga deposito di sekitar 5%, meskipun memang bila dibandingkan periode 2022 ada kecenderungan naik, seperti bunga DPK deposito 12 bulan ke atas rata-rata naik dari Mei 2022 (3,34%) ke Mei 2023 (5,07%). Ia menilai, bunga bank bisa saja turun mengingat inflasi juga cenderung landai di 3,08%. Tentu saja agar bisa turun harus dimulai dari arah kebijakan suku bunga acuan BI yang saat ini bertahan di 5,75%. "Bunga acuan ini tidak kunjung turun meski inflasi melandai. Hal ini karena bunga acuan di negara lain masih cenderung naik, utamanya The Fed rate, mengantisipasi capital outflow agar rupiah bisa stabil. Tapi dampaknya sektor riil akan melambat karena kredit ikut melambat," ungkap Eko kepada Kontan.co.id, Selasa (22/8). Eko menyebut, bank cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, seiring situasi ekonomi global yang melambat, karena second round effect perlambatan global bisa berdampak ke Indonesia. Sehingga yang dilakukan lebih menjaga keseimbangan DPK dengan pertumbuhan 5,79% pada Juni 2023) dan kredit yang tumbuh moderat 7,76%, pada Juni 2023. Sementara Ekonom sekaligus Ahli Keuangan dan Pasar Modal Budi Frensidy menilai, suku bunga domestik masih akan bertahan di angka saat ini hingga beberapa bulan ke depan karena ketidakpastian bunga the Fed. "Hanya jika bunga the Fed mulai diturunkan, bank sentral kita juga akan menurunkan bunga acuan. Bunga deposito, simpanan, dan kredit akan mengikuti bunga acuan BI," katanya. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Atturidha menyebut, kebijakan suku bunga Bank Mandiri dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, seperti kondisi likuiditas pasar, struktur biaya dana, penyaluran kredit, dan melihat tren suku bunga di pasar. Dari sisi bunga deposito, SVP Retail Deposit Products and Solution Bank Mandiri Evi Dempowati mengatakan, bunga deposito Bank Mandiri baik untuk rupiah maupun valas masih relatif stabil dan cukup kompetitif dibandingkan bank pesaing. "Suku bunga ini tentunya berdampak pada biaya bunga, tergantung pada besarnya volume dana yang dihimpun. Biaya bunga Bank Mandiri hingga saat ini masih terjaga sesuai dengan budget yang ditetapkan oleh manajemen," ujar Evi. Menurut Evi, saat ini strategi likuiditas rupiah dan valas Bank Mandiri lebih difokuskan pada menawarkan banyak kelebihan dari produk dan layanan DPK Bank Mandiri (termasuk Deposito), menjaga tingkat suku bunga simpanan tetap kompetitif dengan pasar agar tetap menarik di mata nasabah, juga fokus mendorong rekening CASA.
Baca Juga: Mulai Banyak Permintaan, Kredit Sindikasi Perbankan Diproyeksikan Masih Tumbuh Jika melihat dari laman resminya, SBDK Bank Mandiri bervariasi mulai dari 7,30% hingga 11,30%. Di mana, segmen kredit mikro memiliki SBDK yang paling tinggi di level 11,30%% dan bunga KPR menjadi yang terendah di level 7,30%. Adapun suku bunga deposito yang ditawarkan oleh Bank Mandiri ke nasabah yaitu sebesar 2,25% untuk rentang tenor 1 bulan dan 3 bulan; 2,50% untuk rentang tenor 6, 12, dan 24 bulan. Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Lani Darmawan mengungkapkan bahwa bank sebetulnya berusaha mempertahankan bunga pinjaman tidak naik banyak sehingga nasabah existing tidak terlalu berat dan tetap bisa menarik nasabah baru. "Tidak naiknya BI rate cukup membantu untuk bisa menahan kenaikan Cost of Fund (CoF) atau biaya dana. "Secara keseluruhan, bunga kredit sudah naik sejak 2 tahun terakhir tetapi tetap lebih kecil dari kenaikan CoF sehingga ada kontraksi pada Net Interest Margin (NIM). Bunga kredit kami manage berdasarkan segmen, risk profile dan juga total relationship pricing, tidak pukul rata," katanya. Jika melihat dari laman resminya, SBDK CIMB Niaga bervariasi mulai dari 7,30% hingga 8,75%. Di mana, segmen kredit ritel memiliki SBDK yang paling tinggi di level 8,75% dan bunga KPR menjadi yang terendah di level 7,30%. Direktur Risk Management Bank BTN Setiyo Wibowo juga menyatakan, prospek bunga kredit ke depan tentunya akan mengikuti perkembangan suku bunga acuan (7DRR). "Trennya sudah mulai flat dan mulai menurun tahun depan. Tahun ini kenaikan sangat terbatas juga, untuk debitur eksisting kami belum naikkan secara signifikan. Untuk debitur baru sudah mengikuti acuan suku bunga terakhir," ungkap Setiyo.
Direktur Distribution & Funding Bank BTN Jasmin menambahkan, sejalan dengan tren suku bunga, saat ini suku bunga deposito di Bank BTN relatif stabil baik untuk valas maupun rupiah. "Dampaknya ke biaya dana cenderung meningkat seiring dengan perubahan komposisi nasabah lembaga dan perorangan. Oleh karena itu kami terus mendorong peningkatan DPK berbasis low cost dengan berbagai transaksi melalui BTN Mobile dan EDC," ucapnya. Jika mengutip dari laman resminya, BTN mencatatkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) untuk kredit konsumsi KPR ada di level 7,30%. Sementara, untuk kredit konsumsi non KPR berada di level 8,80%. Sementara kredit korporasi berada di level 8,05%, dan kredit ritel 8,30%. Selain itu, suku bunga counter rate deposito BTN saat ini bervariasi antara 1% hingga 3,05%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi