Sukuk korporasi tetap layak dikoleksi walau penerbitannya rendah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah penerbitan sukuk korporasi di pasar memang tergolong rendah. Namun, instrumen ini tetap layak dikoleksi oleh investor, terutama yang memiliki kebutuhan terhadap aset investasi berbasis syariah.

Sebagai pengingat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga Juni lalu terdapat 89 sukuk korporasi yang terdapat di pasar sekunder dengan nilai outstanding sebesar Rp 16,34 triliun.

Fund Manager Capital Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan, sukuk korporasi sebenarnya ditujukan untuk investor dengan kebutuhan khusus terhadap instrumen syariah. Namun, dalam praktiknya, investor dari kalangan konvensional pun tetap bisa mengoleksi sukuk korporasi. “Semua investor bisa memiliki sukuk korporasi, tapi instrumen demikian tidak bisa diterbitkan oleh semua perusahaan,” kata Desmon, Rabu (18/7).


Dia menambahkan, di luar unsur syariah, instrumen ini pada dasarnya memiliki karakteristik yang serupa dengan obligasi korporasi pada umumnya. Selain tawaran imbal hasil yang relatif lebih tinggi dari obligasi pemerintah, harga sukuk korporasi juga cenderung aman dari sentimen negatif eksternal yang melanda pasar obligasi domestik.

Hal ini mengingat sukuk korporasi juga jarang diperdagangkan di pasar sekunder. “Sukuk korporasi umumnya bertenor 3—5 tahun, makanya investor kerap menginvestasikannya hingga jatuh tempo,” terang Desmon.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar menjelaskan, sentimen negatif yang mengganggu kestabilan pasar obligasi sebenarnya belum akan menyurutkan minat investor terhadap sukuk korporasi. Namun, hal ini bisa mempengaruhi penerbit sukuk korporasi yang berujung pada stagnannya pertumbuhan emisi dan outstanding instrumen tersebut.

Contoh, jika yield surat utang negara (SUN) berada dalam tren menanjak, perusahaan penerbit sukuk korporasi mau tidak mau menyesuaikan kenaikan tersebut agar instrumennya tetap diminati investor.

Hanya saja, emiten mesti mempertimbangkan risiko cost of fund yang berpotensi membengkak akibat menerbitkan sukuk korporasi dengan imbalan tinggi. Jika hal itu tidak diimbangi dengan fundamental keuangan yang kuat, perusahaan yang bersangkutan cenderung enggan menerbitkan sukuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati