JAKARTA. Setelah diperdagangkan di pasar sekunder, sukuk negara ritel (sukri) SR-006 menjadi buruan investor. Dalam transaksi negosiasi, frekuensi dan volume transaksi SR-006 menjadi yang tertinggi di antara surat utang pemerintah lainnya.Sesuai aturan, SR-006 baru diperdagangkan di pasar sekunder setelah melewati satu bulan masa penjatahan yakni 4 April 2014. Namun sejak 1 April, proses negosiasi sudah bisa dilakukan, meskipun penyelesaian transaksi atau settlement baru dilakukan pada hari ini (4/4).Data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (3/4), menunjukkan, frekuensi perdagangan SR-006 sebanyak 1.559 kali. Sedangkan, volume transaksinya mencapai Rp 3,18 triliun. Frekuensi dan volume perdagangan SR-006 itu merupakan yang tertinggi dibandingkan obligasi pemerintah lainnya yang diperdagangkan di pasar sekunder.Global Markets Financial Analyst Manager PT Bank Internasional Indonesia (BII), Anup Kumar mengatakan, frekuensi perdagangan SR-006 yang tinggi terbilang wajar. Dari awal, SR-006 memang diprediksikan bakal menjadi incaran investor di pasar sekunder, sehingga investor ritel ini bisa mendapat untung dari modal awal (capital gain). "Pemegang SR-006 memang banyak, sehingga juga wajar kalau frekuensinya tinggi," ungkap Kumar.Menurut Kumar, masa kunci kepemilikan (holding periode) berakhir, sejumlah investor SR-006 langsung merealisasikan keuntungannya di pasar sekunder. Tak pelak, kemarin, harga SR-006 sempat ditawarkan di atas par di level 101,75 dengan yield 8,07%.Analis obligasi Sucorinvest Central Gani, Ariawan mengatakan, ramainya perdagangan SR-006 di pasar sekunder juga akibat yield perdananya yang masih cukup tinggi. Maklum, tren yield surat utang pemerintah tengah turun. "Saat ini, SR-006 bisa diperdagangkan dengan yield perdana 8,75%, sehingga yield yang ditawarkan ini masih relatif tinggi dibanding surat utang pemerintah lainnya," ujar Ariawan.Kumar menuturkan, sepanjang yield SR-006 masih di atas 8%, perdagangan surat utang negara ritel syariah ini masih akan diwarnai oleh frekuensi yang tinggi. "Selama yield masih di atas 8%, masih akan menarik bagi perusahaan asuransi, aset manajemen, dana pensiun hingga perbankan," ungkap Kumar.Namun, dia memprediksi, yield SR-006 bisa mencapai level 7,9% mengingat banyaknya pemegang SR-006 yang ingin mendapat capital gain. Hal itu dengan pertimbangan selisih atau spread antara yield ORI010 dengan SR-006 yang diperkirakan sekitar 30 basis poin. Saat ini, yield ORI010 di level 7,634%. Obligasi ritel lebih likuid dibandingkan sukri.Menurut Ariawan, aktivitas perdagangan SR-006 di pasar sekunder masih tetap ramai hingga setidaknya dua bulan ke depan. Total frekuensi hariannya diperkirakan sekitar 300 kali dan volume transaksi sekitar Rp 500 miliar.Ariawan menambahkan, ramainya transaksi juga karena nominal penerbitan SR-006 yang besar senilai Rp 19,32 triliun. "Banyaknya pasokan akan menambah daya tarik bagi SR-006 di pasar sekunder," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sukuk ritel diburu di pasar sekunder
JAKARTA. Setelah diperdagangkan di pasar sekunder, sukuk negara ritel (sukri) SR-006 menjadi buruan investor. Dalam transaksi negosiasi, frekuensi dan volume transaksi SR-006 menjadi yang tertinggi di antara surat utang pemerintah lainnya.Sesuai aturan, SR-006 baru diperdagangkan di pasar sekunder setelah melewati satu bulan masa penjatahan yakni 4 April 2014. Namun sejak 1 April, proses negosiasi sudah bisa dilakukan, meskipun penyelesaian transaksi atau settlement baru dilakukan pada hari ini (4/4).Data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (3/4), menunjukkan, frekuensi perdagangan SR-006 sebanyak 1.559 kali. Sedangkan, volume transaksinya mencapai Rp 3,18 triliun. Frekuensi dan volume perdagangan SR-006 itu merupakan yang tertinggi dibandingkan obligasi pemerintah lainnya yang diperdagangkan di pasar sekunder.Global Markets Financial Analyst Manager PT Bank Internasional Indonesia (BII), Anup Kumar mengatakan, frekuensi perdagangan SR-006 yang tinggi terbilang wajar. Dari awal, SR-006 memang diprediksikan bakal menjadi incaran investor di pasar sekunder, sehingga investor ritel ini bisa mendapat untung dari modal awal (capital gain). "Pemegang SR-006 memang banyak, sehingga juga wajar kalau frekuensinya tinggi," ungkap Kumar.Menurut Kumar, masa kunci kepemilikan (holding periode) berakhir, sejumlah investor SR-006 langsung merealisasikan keuntungannya di pasar sekunder. Tak pelak, kemarin, harga SR-006 sempat ditawarkan di atas par di level 101,75 dengan yield 8,07%.Analis obligasi Sucorinvest Central Gani, Ariawan mengatakan, ramainya perdagangan SR-006 di pasar sekunder juga akibat yield perdananya yang masih cukup tinggi. Maklum, tren yield surat utang pemerintah tengah turun. "Saat ini, SR-006 bisa diperdagangkan dengan yield perdana 8,75%, sehingga yield yang ditawarkan ini masih relatif tinggi dibanding surat utang pemerintah lainnya," ujar Ariawan.Kumar menuturkan, sepanjang yield SR-006 masih di atas 8%, perdagangan surat utang negara ritel syariah ini masih akan diwarnai oleh frekuensi yang tinggi. "Selama yield masih di atas 8%, masih akan menarik bagi perusahaan asuransi, aset manajemen, dana pensiun hingga perbankan," ungkap Kumar.Namun, dia memprediksi, yield SR-006 bisa mencapai level 7,9% mengingat banyaknya pemegang SR-006 yang ingin mendapat capital gain. Hal itu dengan pertimbangan selisih atau spread antara yield ORI010 dengan SR-006 yang diperkirakan sekitar 30 basis poin. Saat ini, yield ORI010 di level 7,634%. Obligasi ritel lebih likuid dibandingkan sukri.Menurut Ariawan, aktivitas perdagangan SR-006 di pasar sekunder masih tetap ramai hingga setidaknya dua bulan ke depan. Total frekuensi hariannya diperkirakan sekitar 300 kali dan volume transaksi sekitar Rp 500 miliar.Ariawan menambahkan, ramainya transaksi juga karena nominal penerbitan SR-006 yang besar senilai Rp 19,32 triliun. "Banyaknya pasokan akan menambah daya tarik bagi SR-006 di pasar sekunder," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News