Sulit mengalap berkah dari krisis Thailand



BANGKOK. Belakangan, ibukota Thailand memanas dengan aksi Bangkok Shutdown. Para demonstran menutup beberapa jalan utama. Mereka mengancam akan menutup jalan-jalan itu hingga parlemen menurunkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.

Seperti ditulis Reuters, para demonstran juga  mengancam akan menutup kantor pemerintahan, menahan pergerakan perdana menteri dan menteri-menteri lain. Demonstrasi yang sudah berlangsung berminggu-minggu secara damai ini tentu saja menimbulkan kerugian. University of The Thai Chamber of Commerce memperkirakan, kerugian bisa mencapai THB 1 miliar atau setara US$ 30,33 juta per hari.

Menariknya, meski situasi memanas, investor tampaknya masih betah di Thailand. Benar, pasar saham memang terkoreksi Senin lalu (13/1). Namun, minat membeli saham-saham berkapitalisasi besar masih tampak. Hingga Jumat lalu (10/11), nilai beli bersih asing di pasar saham Thailand mencapai US$ 90 juta sejak awal tahun.


Tapi, Pemerintah Thailand merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,1% menjadi 4%. Bahkan bisa turun hingga 3,5%. "Meski situasi politik  negatif bisa membuat layu ekonomi, kami masih melihat potensi positif dalam jangka menengah. Ini merupakan peluang beli di harga murah," kata Kritapas Siripassorn, analis Citigroup.

Panasnya kondisi Thailand seharusnya bisa menjadi peluang Indonesia mengalap investasi asing, baik di pasar modal maupun di investasi langsung.

Namun, Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih mengatakan, konflik politik Thailand ini sudah berlangsung sejak lama dan tidak dianggap risiko investasi yang signifikan. "Berbeda dengan kondisi banjir tahun 2011," kata Lana. Menurut dia, tekanan politik justru tidak menjadi masalah, karena pemerintahan tidak mengganggu iklim usaha di sana.

David Sumual, Ekonom Bank Central Asia, mengatakan Indonesia juga belum bisa begitu menerima masuknya investasi dari luar. "Di dalam negeri harus banyak pembenahan, terutama dari sisi industri dan infrastruktur," kata David.

Kalau Indonesia tidak siap, bukan tidak mungkin malah investor-investor malah melirik negara lain. Apalagi masih ada tujuan investasi langsung yang tak kalah menarik di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Myanmar.  "Tapi, Indonesia juga tengah mengalami pelemahan nilai tukar rupiah yang bisa menarik minat investor," imbuh David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia