Sulit tancap gas saat regulasi & rupiah mengadang



JAKARTA. Penjualan mobil impor utuh alias completely built-up (CBU) semakin susah saat rupiah terpuruk. Ditambah aneka pungutan dari pemerintah, harga mobil CBU makin mahal dan makin sedikit peminatnya. 

Penggemar mobil CBU tentu akrab dengan diler-diler mobil CBU yang tersebar di Jalan Sultan Iskandar Muda atau Arteri Pondok Indah. 

Memang, di lokasi tersebut, banyak diler berstatus importir umum (IU) yang memajang dan menjual aneka mobil CBU impor dari banyak negara. Etalasenya tak urung sering membikin kagum mata.


Beragam merek mobil yang mengaspal di luar negeri bisa dipesan kepada diler IU yang banyak tersebar di jalan arteri di Jakarta Selatan tersebut, mulai dari merek mobil Eropa dan Amerika Serikat serta Jepang. Mobil dari mesin kecil hingga mesin besar dan super car bisa dipesan. Bahkan, mobil yang terbilang baru diluncurkan di negara asalnya bisa dipesan lewat diler berstatus importir umum tersebut.

Nah, kejayaan bisnis importir umum ini bisa dibilang sempat booming dua atau tiga tahun lalu, ketika bisnis tambang dan perkebunan berjaya. Namun, memasuki tahun 2015, permintaan mobil CBU mulai lesu seiring pelemahan dua sektor bisnis andalan Indonesia itu.

Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), impor mobil CBU tahun 2013 tercatat 104.503 unit. Namun pada tahun 2015, jumlah impor mobil CBU yang dicatat oleh anggota Gaikindo tersebut turun 21,2% menjadi 82.306 unit.

Selain kondisi ekonomi, penurunan penjualan terjadi karena banyak ragam regulasi yang memetik pajak dari impor CBU. "Setelah tahun 2013, penjualan mobil baru CBU turun," kata Fiona, Marketing Importz Auto CBU Car Gallery, salah satu importir umum yang berkantor di Jl Sultan Iskandar Muda, Kamis (10/2). 

Fiona bilang, rata-rata penjualan bulanannya saat ini hanya 7 unit-8 unit. Sebelumnya, Fiona mengklaim bisa menjual mobil CBU lebih banyak. "Pajak tinggi membuat konsumen enggan membeli," kata Fiona. 

Alasan serupa juga disampaikan oleh Rudy Salim, Presiden Direktur Prestige Motor Car, yang juga importir umum merek-merek super car. Selain pajak tinggi, Rudy bilang, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi alasan penurunan pesanan mobil CBU.

Dalam catatan KONTAN, pada rentang waktu 2013-2015, pemerintah memberlakukan aneka pungutan untuk impor mobil CBU, terutama bermesin besar 3.000 cc. Sebut saja, kenaikan pajak barang mewah dari 75% menjadi 125%, kenaikan tarif bea masuk dari 30% jadi 40%, serta kenaikan PPh 22 impor dari 2,5% jadi 7,5%. 

Aneka pungutan ini belum termasuk pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama (BBN). "Aturan ini membuat harga mobil CBU jadi berlipat," kata Rudy, Jumat (14/2).  Akibat pajak yang berlipat itu, importir umum kesulitan mencari pembeli mobil CBU, terutama merek-merek super car. "Kini merek mobil Ferrari jarang dipesan, begitu juga dengan dan Lamborghini," tambah Rudy.

Tapi, ada sedikit pengecualian. Di tengah impitan pungutan pajak dan tarif impor, penjualan mobil CBU merek Lexus milik Toyota masih melaju, meski lambat. Tahun 2015, penjualan Lexus naik 3,3% jadi 648 unit ketimbang penjualan 2014, sebanyak 627 unit.

Namun, Adrian Tirtadjaja, General Manager Lexus Indonesia, menyatakan, penjualan mereka bisa turun jika pemerintah memberlakukan regulasi pajak baru yang bisa membebani mereka. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan