Sumbang pajak terbesar, emiten ini masih berpotensi cemerlang pada tahun 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten kakap tercatat sebagai pembayar pajak terbesar berdasarkan laporan keuangan mereka di tahun 2018. Ini menunjukan bahwa torehan laba yang dihasilkan mereka di tahun 2018 sangat besar yang menyebabkan pajak yang dibayarpun menjadi besar.

Adapun emiten tersebut adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNl), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT PP Tbk (PTPP), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT United Tractors (UNTR).

Melihat kondisi ini, Analis Panin Sekuritas, William Hartanto menilai, emiten-emiten ini menunjukkan kinerja yang cukup positif di tengah kondisi tahun 2018 yang cukup sulit. Mereka berhasil menunjukan kinerja baik saat terpaan sentimen global yang datang dan kondisi pelemahan rupiah.


Jika melihat secara sektoral, mayoritas penyumbang pajak terbesar ini ada di sektor pertambangan dan perbankan. Menurut William, sektor pertambangan saat ini cukup rawan di tengah kondisi harga batubara yang diprediksi tidak akan setinggi tahun 2018.

“Pengecualian kepada UNTR. Emiten ini tidak hanya fokus pada batubara. Ini tercermin dari laporan mereka yang baik di tengah isu pelemahan harga komoditas. Diversifikasi income,” ujar William kepada Kontan.co.id, Kamis (14/3).

William memperkirakan, kondisi tahun 2019 akan lebih baik dari 2018. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan yang masih dua digit dan harga komoditas yang masih terjaga. Namun pihaknya menyarankan untuk melakukan aksi beli ketika kondisi politik sudah stabil yakni pascapemilu.

Adapun beberapa saham yang direkomendasikan adalah ADRO dengan target harga Rp 1.500 per saham, BMRI Rp 7.200 per saham, BBRI target Rp 4.000 per saham, BBCA Rp 30.000 per saham dan UNVR target Rp 52.000 per saham.

Berbeda, Analis Arta Sekuritas Indonesia Dennies Christoper mengatakan tahun ini justru kemungkinan pertumbuhan emiten tersebut diproyeksi tidak setinggi tahun 2018. Pasalnya beberapa sektor akan mengalami hambatan untuk melaju.

Sektor perbankan misalnya, isu likuiditas akan menghantui sektor ini. Jika melihat data tahun 2018, laju pertumbuhan kredit tercatat 11,75% year on year (yoy), melebihi laju perolehan dana pihak ketiga yang mencapai 6,5% (yoy). Imbasnya, rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) menjulang tinggi menjadi 94,04%.

“Tambang untuk batubara juga akan berat karena harga batubara tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya diprediksi. Masih bisa bertumbuh tapi tidak setinggi tahun lalu,” ujar Dennies kepada Kontan.co.id.

Kendati demikian pihaknya masih menyarankan untuk mencermati beberapa saham tambang seperti ITMG dan ADRO. ITMG memiliki rasio dividen yang menarik sedangkan ADRO memiliki strategi diversifikasi yang baik. “Untuk bank bisa BBNI dan BBCA,” tutup Dennies.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati