Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4%. Target ini terbilang optimistis dibanding pencapaian pertumbuhan ekonomi 2017 yang diperkirakan hanya 5,05%, jauh dibawah target 5,1%. Pertanyaan yang relevan, dari mana sumber pertumbuhan tahun 2018? Ada beberapa catatan penting terkait kinerja pertumbuhan ekonomi 2017. Pertama, dua sektor terpenting, yaitu pertanian dan industri pengolahan tumbuh rendah, jauh di bawah ekspektasi. Kontribusi ke produk domestik bruto (PDB) cuma 13,9% untuk pertanian dan sektor industri pengolahan 19,9%, tumbuh rendah di kuartal III-2017. Selama kuartal I- kuartal III 2017, pertanian hanya tumbuh (yoy) sebesar 4,31%. Sementara, sektor industri pengolahan hanya tumbuh (yoy) sebesar 4,18%. Padahal kedua sektor ini menyerap banyak sekali tenaga kerja. Pertanian menyerap 35,9 juta atau hampir 30% dari total tenaga kerja. Sektor industri pengolahan menyerap 17 juta atau 14% dari total tenaga kerja.
Kedua, sektor pertambangan tumbuh rendah, hanya 1,15% pada kuartal I sampai III-2017. Sektor ini tertekan sejak turunnya harga komoditas, seperti minyak mentah, batubara, nikel, tembaga dan aluminium. Pada periode booming komoditas tahun 2010-2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbantu sektor pertambangan, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa di atas 6%. Peran sektor ini mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi juga bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi Kalimantan, Riau dan Papua. Ketiga, sektor jasa pada kuartal I sampai III 2017 tumbuh tinggi. Seperti perdagangan besar dan eceran (4,78%), transportasi dan pergudangan (8,25%), konstruksi (6,69%), penyediaan akomodasi dan makanan-minuman (4,9%), informasi dan komunikasi (9,8%), jasa keuangan dan asuransi (6,13%) dan jasa perusahaan (8,07%). Melihat kinerja sektor jasa, kita tidak perlu khawatir tren perkembangan sektor ini ke depan. Apalagi jasa sektor tertier yang biasanya mengikuti tren pertumbuhan sektor primer (pertanian dan pertambangan) dan sektor sekunder (industri pengolahan). Tren pertumbuhan sektor jasa di Indonesia sangat cepat, melebihi pertumbuhan industri pengolahan. Permasalahannya, industri pengolahan berkembang lambat, selain karena transisi permintaan masyarakat beralih ke jasa. Tiga catatan penting di atas menunjukan tulang punggung perekonomian Indonesia adalah pertanian dan industri pengolahan. Ke depan, kita harus fokus mendorong dan menjadikan keduanya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi masa depan. Kebijakan harus diarahkan bagaimana meningkatkan produktivitas tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna, iklim usaha yang dapat menarik investasi, mendorong riset dan pengembangan produk, meningkatkan daya saing produk dan menciptakan produk dengan nilai tambah tinggi. Pembangunan pertanian dan industri pengolahan adalah keniscayaan. Tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi 2018 mencapai target. itu, pembangunan kedua sektor ini berarti menciptakan fondasi ekonomi yang kuat agar bisa tumbuh tinggi dalam jangka panjang. Selama 20 tahun terakhir ekonomi Indonesia mengalami kemunduran dalam proses industrialisasi.
Peran industri pengolahan di perekonomian mencapai titik tertinggi di tahun 2001, dengan kontribusi 29,05% terhadap PDB.. Namun, kontribusi sektor ini terus menurun, menandakan ada yang salah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di kedua sektor tersebut. Salah satu program menonjol di pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah pembangunan infrastruktur yang masif. Ketersediaan infrastruktur ini seharusnya diintegrasikan dengan pembangunan sektor pertanian dan industri pengolahan, sekaligus pembangunan wilayah. Kementerian Pertanian dan Perindustrian harus mengarahkan komoditas atau produk industri apa dan di wilayah mana yang dikembangkan, sesuai program pembangunan infrastruktur. Kita berharap, kedua kementerian bekerja sungguh-sungguh. Masa depan ekonomi Indonesia berada di tangan kedua kementerian ini. Mudah-mudahan kebijakan mereka jauh dari retorika politik yang cuma ingin mendapat image positif jangka pendek, tapi jauh dari pembenahan masalah mendasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi