JAKARTA. Surat utang negara (SUN) seri acuan alias
benchmark cukup kencang ditransaksikan di pasar sekunder. Mengacu data Bursa Efek Indonesia sepanjang Agustus 2016, total volume perdagangan obligasi negara mencapai Rp 301,21 triliun dengan 16.805 kali transaksi. Dari jumlah itu, SUN benchmark tahun 2016 dan 2015 menjadi obligasi pemerintah yang paling aktif diperdagangkan, baik dari sisi volume maupun frekuensi. Dari sisi volume perdagangan, peringkat pertama diraih SUN benchmark 2016 bertenor 11 tahun yakni FR0056 sebesar Rp 53,06 triliun. Kemudian diikuti FR0073 senilai Rp 36,02 triliun, FR0053 senilai Rp 27,74 triliun, FR0072 dengan Rp 26,45 triliun serta FR0070 Rp 16,84 triliun. Untuk frekuensi transaksi, SUN benchmark 2016 bertenor 21 tahun yaitu FR0072 merajai dengan 2.751 kali transaksi.
Kemudian FR0073 1.874 kali, Sukuk Negara Ritel seri SR-008 dengan 1.828 kali, FR0056 1.670 kali, serta FR0068 dengan 1.253 kali. Ariawan, Fixed Income Analyst BNI Securities menilai, wajar jika SUN
benchmark paling sering ditransaksikan di pasar sekunder. Sebab, mayoritas obligasi seri acuan memiliki
outstanding besar. Pemerintah rajin merilis SUN
benchmark di lelang setiap dua pekan. Dengan sifat yang lebih likuid, investor leluasa membeli maupun menjual SUN benchmark. SR-008 juga menjadi primadona sepanjang Agustus 2016. Ariawan bilang, instrumen itu merupakan barang anyar di pasar sekunder. Sehingga investor institusi maupun ritel kerap memperdagangkan SR-008. Terlebih kupon SR-008 cukup gemuk daripada yield SUN bertenor sama. Pemerintah merilis SR-008 pada 10 Maret 2016 senilai Rp 31,5 triliun. Kuponnya sebesar 8,3%. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto berujar, prospek surat utang Indonesia yang cerah memicu investor mengoleksi SUN
benchmark. Alasannya, masih ada ruang pemangkasan suku bunga BI
7 day reverse repo rate (RRR) yang saat ini 5,25% akibat terkendalinya inflasi domestik.
Benchmark 2017 Pelaku pasar yang berminat terhadap SUN benchmark namun gagal memperolehnya melalui lelang pun berburu efek itu di pasar sekunder. “Permintaan obligasi naik, tecermin di transaksi pasar sekunder. Total bid lelang Agustus 2016 sangat tinggi di pasar perdana,” kata dia. Sebaliknya, jika pasar obligasi bearish, maka volume dan frekuensi transaksi yang tinggi mencerminkan pelaku pasar tengah merealisasikan keuntungan. Wawan Hendrayana, Senior Research & Investment Analyst Infovesta Utama menduga, hingga pengujung 2016, SUN
benchmark tetap laris ditransaksikan. Tapi FR0059 dan FR0061 disinyalir menjadi primadona baru. Kedua seri ini digadang-gadang menjadi SUN
benchmark 2017, pengganti FR0053 dan FR0056. “Pekan ini, pemerintah mulai menjual SUN calon benchmark tenor lima tahun dan 10 tahun itu di lelang,” ungkap dia.
Namun, Wawan pesimistis obligasi negara ritel mampu mencatatkan volume perdagangan terbesar. Dia memproyeksikan, hingga pengujung 2016, kenaikan harga obligasi pemerintah mulai terbatas. Sebab, ada beberapa tantangan di pasar Indonesia. Pertama, rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed. Kedua, nilai penerimaan pajak dari kebijakan amnesti pajak berpotensi tak mencapai target. Jika target Rp 165 triliun gagal terwujud, pemerintah akan mencari penggantinya melalui penerbitan surat utang. Wawan memprediksi, pada akhir 2016, yield FR0056 berkisar 6,5%-7%. Ariawan menduga, di pengujung 2016, yield FR0056 di kisaran 6,4%-6,6%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie