SUN berdenominasi valas cetak kenaikan yield sepanjang 2018



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seperti instrumen obligasi pada umumnya, Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi valuta asing juga mengalami tren kenaikan yield sepanjang tahun ini.

Mengutip Bloomberg, INDO-28 yang merupakan SUN valas bertenor 10 tahun mencetak kenaikan yield sebesar 99 bps secara year to date (ytd) dari level 3,52% di akhir tahun lalu menjadi 4,51% hingga Senin (24/12).

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menyampaikan, tren kenaikan yield INDO-28 berbanding lurus dengan tren serupa yang dialami oleh US Treasury dan surat utang global lainnya. Hal tersebut seiring dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang agresif di tahun ini ditambah ketidakpastian soal perang dagang dan konflik geopolitik lainnya.


“Hampir seluruh yield surat utang negara global mengalami tren kenaikan sepanjang tahun ini,” ujar dia, Jumat (21/12) lalu.

Lebih lanjut, pergerakan credit default swap (CDS) yang mencerminkan persepsi risiko investasi dalam negeri juga turut mempengaruhi arah yield SUN valas. Investor global pun menjadikan CDS sebagai acuan sebelum berinvestasi pada surat utang valas yang berasal dari Indonesia.

Menurut Made, walau tergolong jarang terjadi, ada kalanya indikator CDS tidak sejalan dengan pergerakan yield dan harga SUN berdenominasi rupiah di dalam negeri.

Dalam hal ini, ketika CDS Indonesia mengalami kenaikan, yield SUN berdenominasi rupiah justru turun. Hal ini akibat adanya investor asing yang tetap berani masuk ke pasar dan investor domestik yang memanfaatkan momentum tanpa memandang aspek persepsi risiko. Fenomena demikian disebut-sebut terbilang sulit terjadi pada SUN valas.

Terlepas dari itu, pada dasarnya kenaikan yield SUN valas seri INDO-28 sebesar 99 bps sepanjang tahun ini sebenarnya masih lebih rendah ketimbang yield SUN berdenominasi rupiah untuk tenor sejenis.

Berdasarkan data Bloomberg, yield SUN tenor 10 tahun seri FR0064 telah naik hingga 146 bps (ytd) dari level 6,46% pada akhir Desember 2017 menjadi 7,92% pada Jumat (21/12) lalu.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia, Fikri C. Permana menilai, perbedaan jumlah kenaikan yield SUN valas dan SUN berdenominasi rupiah ada pada aspek real return.

Menurut Fikri, real return SUN valas dihitung berdasarkan selisih antara tingkat imbal hasil instrumen tersebut dan tingkat inflasi negara asal investor. Setelah itu dibandingkan dengan selisih tingkat imbal hasil dan tingkat inflasi negara penerbit SUN valas.

Ia menambahkan, SUN berdenominasi rupiah umumnya juga memiliki perhitungan real return yang serupa dengan SUN valas. Namun, investor juga mempertimbangkan pergerakan kurs untuk memperoleh gambaran real return SUN berdenominasi rupiah.

“Makanya, saat rupiah mengalami tren depresiasi sedangkan dollar AS mengalami tren sebaliknya, yield SUN berdenominasi rupiah meningkat lebih tajam dibandingkan SUN valas,” ungkap Fikri, kemarin (24/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati