JAKARTA. Surat utang negara (SUN) bertenor panjang masih menjadi primadona di pasar obligasi. Ini terlihat dari data perdagangan seri FR0074 yang menempati posisi pertama dari 10 SUN paling aktif per Juli 2017. Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) memperlihatkan, seri FR0074 yang bertenor 15 tahun ditransaksikan sebanyak 2.939 kali pada bulan lalu. Sedangkan volume transaksi seri ini mencapai sekitar Rp 29,33 triliun. Berikutnya ada seri FR0072, yang menjadi seri kedua terbanyak ditransaksikan, yakni 2.861 kali. Volume transaksi seri ini mencapai Rp 40,59 triliun.
Analis IBPA Roby Rushandie mengatakan, sudah sejak Juni seri FR0074 menjadi seri teraktif yang diperdagangkan. Ini menunjukkan bahwa investor pasar obligasi optimistis dengan prospek ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. "Mereka optimistis indikator makro stabil," kata Roby, Rabu (9/8). Selain itu, pelaku pasar juga punya ekspektasi inflasi Indonesia dalam tren rendah. Tak heran, tenor panjang masih dipilih, meskipun lebih sensitif terhadap inflasi. Kondisi makroekonomi akan menentukan pergerakan pasar SUN hingga akhir tahun nanti. Menurut Roby, jika angka pertumbuhan ekonomi membaik di semester dua ini, seri tenor panjang seperti FR0074 masih akan diminati oleh investor. Dari segi likuiditas Roby memastikan hingga akhir tahun seri ini akan tetap positif. Apalagi seri tersebut merupakan seri acuan atau
benchmark di tahun 2017. Yield menarik Senada, Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, mengatakan, seri tenor panjang lebih diminati karena pelaku pasar punya ekspektasi pasar obligasi akan
bullish. "Sehingga mereka mencari tenor dengan durasi yang lebih panjang," kata Handy. Handy melihat seri tenor panjang masih atraktif di pasar obligasi karena terpengaruh inflasi yang menurun. Tambah lagi,
inflow dana asing banyak masuk ke surat berharga negara (SBN) karena
yield obligasi pemerintah negara lain lebih rendah daripada Indonesia. "Inflasi rendah dan dana asing banyak yang masuk, ini membuat investor lebih banyak masuk ke tenor yang lebih panjang," kata Handy.
Namun, Handy mengingatkan seri tenor panjang akan memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi. Prinsipnya,
high risk, high return. "Jika terjadi kenaikan
yield, seri tenor panjang akan terkena koreksi harga lebih dalam dari pada seri tenor pendek," kata Handy. Sebaliknya, apabila
yield berpotensi turun, pemegang obligasi seri tenor panjang bisa mendapatkan
capital gain yang lebih besar. Ia menyebut ada beberapa faktor yang membuat seri tenor panjang akan menjadi SUN paling aktif hingga akhir tahun. Pertama, tingkat inflasi yang masih berpotensi turun. Kedua, nilai tukar rupiah yang stabil. Ketiga, yield obligasi global lebih rendah. Handy memprediksi,
yield SUN tenor 10 tahun akhir tahun ini sebesar 6,57%. Pada Rabu (9/8),
yield surat utang seri tersebut 6,81%, turun dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 6.83% Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini