SUN tenor pendek paling diburu investor



JAKARTA. Pemerintah kembali menggelar lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (17/1) kemarin. Pada lelang SUN kedua ini, sebenarnya pemerintah hanya mematok target indikatif sebesar Rp 15 triliun, tapi total penawaran yang masuk tercatat sebesar Rp 53,69 triliun atau oversubscribe lebih dari tiga kali target indikatifnya.

Maka dari itu, pemerintah mengambil kesempatan dengan menyerap dana melebihi target. Pada lelang kemarin, total nominal yang dimenangkan senilai Rp 20,35 triliun.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro melihat, penawaran yang masuk pada lelang kali ini tergolong besar. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspektasi positif investor terhadap kondisi fundamental ekonomi domestik masih terjaga dengan baik, seiring indikator ekonomi yang juga menggembirakan.


Memang, Nicodimus merasa, indikator ekonomi dalam negeri sedang dalam keadaan baik. “Lihat saja cadangan devisa yang meningkat, surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, dan tren bullish yang menghiasi sejak awal tahun lalu,” papar dia.

Pada lelang ini, dari lima seri SUN yang ditawarkan, seri SPN dengan tenor pendek tercatat paling diburu. Total penawaran yang masuk pada dua seri SPN sendiri berjumlah Rp 37.58 triliun, atau lebih dari separuh dari total penawaran yang masuk dari keseluruhan lelang.

Lihat saja seri SPN03170418 yang akan kedaluwarsa pada 18 April 2017 nanti. Seri ini mencatatkan total penawaran sebesar Rp 20,380 triliun dan berhasil diserap sebesar Rp 5 triliun. Kemudian seri SPN12180104 yang bertenor satu tahun berhasil mecatatkan penawaran sebesar Rp 17,205 triliun. Pemerintah juga berhasil menyerap Rp 5 triliun pada seri ini.

Nicodimus sendiri mencatat, ramainya penawaran yang masuk pada seri SPN bukan cuma terjadi pada lelang kali ini. “Sudah sejak lelang perdana 3 Januari 2016 lalu seri SPN paling laris,” ujar dia.

Dia melihat, ada dua hal yang menyebabkan seri SPN dengan tenor pendek banyak diminati investor. Pertama, diduga para investor sedang melakukan risk aversing di tengah kekhawatiran pasar terhadap ketidakpastian global menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS).

Kedua, Bank Indonesia (BI) yang didorong oleh pemerintah agar dapat membeli lebih banyak surat berharga negara di pasar primer dapat dimaanfaatkan secara maksimal. “BI sendiri tergolong sebagai investor yang memburu SPN sebagai non-competitive bidder,” terang Nicodimus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie