JAKARTA. Surat utang negara (SUN) bakal makin bervariasi pada tahun depan. Pemerintah menyiapkan penerbitan SUN berdenominasi valuta asing (valas). SUN valas, seperti dolar AS
(global bond) dan yen Jepang
(samurai bond), memang bukan barang baru. Namun di masa lalu, kedua SUN dalam valas itu
dicatatkan di bursa efek luar negeri. SUN valas yang akan diterbitkan tahun depan menyasar para pemodal di dalam negeri, karena akan dicatatkan di bursa lokal.
Loto S. Ginting, Deputi Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan, menjelaskan, penerbitan itu bertujuan menyerap kelebihan likuiditas dollar AS di pasar dalam negeri. Tapi dia belum bisa menaksir nilai pasti penerbitan SUN valas. "Secara total, target SUN valas maksimal 18% dari total penerbitan SUN di 2012, atau US$ 4 miliar," ujar Loto, Kamis (1/12). Secara total, penerbitan SUN selama 2012 dipatok senilai Rp 198,1 triliun. Dari jumlah itu, target SUN valas yang meliputi
global bond dan
samurai bond mencapai Rp 35,65 triliun, atau setara US$ 4 miliar. Jumlah itu bukan hanya SUN valas yang terbit di bursa lokal, tapi juga tercatat di bursa luar negeri. Soal target nilai dan waktu penerbitan SUN valas akan disesuaikan dengan kondisi pasar. Dalam rencana semula, SUN valas di pasar domestik akan terbit tahun ini. Namun karena kondisi pasar tidak menentu, rencana itu diundur menjadi 2012. SUN valas domestik berdenominasi dolar AS yang akan terbit bertenor 10 tahun. Pasalnya, saat ini
global bond yang likuid berjangka waktu 10 tahun. Mengacu ke data Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, per Senin (28/11) lalu, rata-rata
yield global bond Indonesia bertenor 10 tahun adalah 4,41%. Loto menuturkan, jika ada permintaan SUN valas bertenor 30 tahun, pemerintah tetap mempertimbangkannya. "Jika permintaannya banyak dan harganya menarik, kenapa tidak," kata dia. Hingga Rabu (30/11) lalu, total
outstanding SUN valas yang diterbitkan pemerintah mencapai Rp 182,65 triliun. Jumlah itu meliputi
global bond senilai Rp 171,47 triliun setara US$18,7 miliar dan
samurai bond senilai Rp 11,18 triliun setara ¥ 95 miliar. Bukan saat tepat Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, menilai belum saatnya pemerintah menerbitkan obligasi dolar AS di pasar domestik. Alasan Lana, pasokan dollar AS di pasar domestik masih terbatas.
Pemerintah tentu berharap dana asing mengalir deras pada tahun depan sehingga dolar AS berlimpah di pasar lokal. Tapi Lana melihat hal itu belum tentu terwujud. Ia menduga, kondisi Eropa masih tak menentu, hingga investor cenderung memegang dana tunai. Itu berarti, dollar AS yang beredar di dalam negeri tetap terbatas. "Hal itu bisa menyebabkan perebutan dolar AS antara SUN dengan perbankan," tutur Lana. Dia menduga, investor domestik lebih tertarik memegang obligasi dollar AS pemerintah ketimbang menyimpannya di perbankan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: