JAKARTA. Penutupan Surabaya sebagai lokasi ekspor rotan diprotes oleh Yayasan Rotan Indonesia (YRI). Mereka meminta agar kebijakan itu dicabut. Kebijakan itu telah menghambat pengusaha rotan Surabaya, sekaligus menghilangkan penerimaan devisa negara mencapai US$ 27 juta per tahun. Ketua Yayasan Rotan Indonesia (YRI) Lisman Sumardjani mengatakan, biasanya Surabaya mampu mengekspor 23.000 ton tiap tahunnya. Total ekspor itu berasal dari rotan jenis polish non-TSI sebanyak 8.000 ton dan natural washed & sulphured (W/S) TSI sebanyak 15.000 ton. "Sudah dua tahun berlangsung, artinya devisa hilang sudah US$ 54 juta," kata Lisman. Ia mengatakan setiap ton rotan polish non-TSI harga freight on board (FOB) berkisar US$ 1.300, dan US$ 1.100 dolar untuk W/S TSI.
Surabaya Dicabut Sebagai Lokasi Ekspor Rotan, Pengusaha Protes
JAKARTA. Penutupan Surabaya sebagai lokasi ekspor rotan diprotes oleh Yayasan Rotan Indonesia (YRI). Mereka meminta agar kebijakan itu dicabut. Kebijakan itu telah menghambat pengusaha rotan Surabaya, sekaligus menghilangkan penerimaan devisa negara mencapai US$ 27 juta per tahun. Ketua Yayasan Rotan Indonesia (YRI) Lisman Sumardjani mengatakan, biasanya Surabaya mampu mengekspor 23.000 ton tiap tahunnya. Total ekspor itu berasal dari rotan jenis polish non-TSI sebanyak 8.000 ton dan natural washed & sulphured (W/S) TSI sebanyak 15.000 ton. "Sudah dua tahun berlangsung, artinya devisa hilang sudah US$ 54 juta," kata Lisman. Ia mengatakan setiap ton rotan polish non-TSI harga freight on board (FOB) berkisar US$ 1.300, dan US$ 1.100 dolar untuk W/S TSI.