Suramnya prospek pemulihan ekonomi dunia



NEW YORK. Dua raksasa ekonomi dunia di akhir pekan lalu menampakkan tanda perbaikan kondisi ekonominya. Namun, raksasa lainnya, Eropa, tetap menjadi batu sandungan terbesar bagi pertumbuhan global.

Di Amerika Serikat, Kamis pekan lalu, rilis data ekonomi melaporkan kenaikan di sektor manufaktur, kepercayaan konsumen, dan tenaga kerja swasta. Di hari yang sama pula, para produsen otomotif AS menyatakan kenaikan penjualan mobil bulan Oktober.

Setelahnya, daya tenaga kerja bulanan versi Kementerian Tenaga Kerja AS menyatakan perusahaan mempekerjakan 171.000 tenaga kerja baru di bulan Oktober. Angka tersebut melampaui prediksi 125.000 dari survei ekonom CNNMoney. 


Menurut Michael Englund, ekonom Action Economics, ekonomi AS di kuartal III bakal lebih cepat sedikit, yaitu di angka 2,3%. Perbaikan itu disumbang oleh kenaikan belanja konstruksi dan penurunan impor.

Di China, aktivitas pabrik berjalan lebih cepat. Untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir, industri manufaktur China membaik.  Indeks Pembelian Manajer atau Purchasing Managers' Index (PMI) China meningkat dari 49,8 pada September menjadi 50,2 pada Oktober.

Namun, kabar buruk datang dari Eropa di akhir pekan lalu. Angka pengangguran zona Euro di bulan September menanjak hingga 11,6%, mencapai rekor tertingginya. Aktiviotas manufaktur Eropa di bulan Oktober juga menunjukkan bahwa sektor ini mengalami pelemahan untuk bulan ke-15.

“ Situasi Eropa belum bisa diselesaikan. Akan butuh waktu yang panjang untuk mewujudkan kerangka penyatuan fiskal dan perbankan untuk mendukung penyatuan moneter,” kata Sara JohnsonDirektur Riset Ekonomi Global di IHS Global Insight.

Quo vadis ekonomi global?

Bahkan jika China tumbuh positif di kuartal III ini, Eropa tetap jadi pemberat utama pertumbuhan global tahun depan. Eropa adalah rekan dagang utama China. Pelemahan permintaan di kawasan euro akan menyurutkan ekonomi China yang digerakkan oleh ekspor.

Sementara itu, ekonomi Jepang, negara berekonomi terbesar ketiga dunia tetap stagnan. Sara melanjutkan, ekonomi global pun terancam ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Situasi di negara berkembang tak secemerlang yang diharapkan juga. Ekonomi Brazil, contohnya, telah merosot tajam akibat penurunan permintaan komoditas dunia.

Ekonomi AS juga bukan berarti aman. AS dapat segera kembali ke resesi jika pembuat kebijakan di kongres tak sepakat untuk mengatasi jurang fiskal. Jurang fiskal ini terjadi tahun depan, berupa kombinasi kenaikan pajak dan pemangkasan belanja yang berpotensi menghancurkan ekonomi AS.

“Semua faktor ini menghambat bisnis, dalam hal investasi dan tenaga kerja,” ujar Sara. Ia memprediksi ekonomi global tumbuh antara 2,5%-2,6%.

Editor: