Surati Sri Mulyani, Menteri UMKM Usul Perpanjangan Skema PPh Final 0,5%



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman menegaskan komitmennya dalam mendukung pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui kebijakan pajak yang meringankan.Salah satunya melalui perpanjangan skema PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% di 2025 nanti.

Pasalnya, berdasarkan aturan yang ada, Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan skema PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% sejak 2018 tidak lagi diperbolehkan menggunakan skema tersebut dalam menunaikan kewajiban pajaknya pada tahun depan.

Oleh karena itu, Kementerian UMKM sedang menjalin komunikasi intensif dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengusulkan perpanjangan insentif tersebut.


"Kami dari Kementerian UMKM akan mengusulkan surat resmi dan kita akan melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendorong perpanjangan ini. Dan insyallah itu akan kita perjuangkan," ujar Maman dalam Rapat Kerja bersama DPR RI, Selasa (19/11).

Berdasarkan catatan KONTAN,  ada sekitar 1,23 juta WP UMKM yang akan menggunakan tarif normal mulai tahun 2025 atau membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum UU Pajak Penghasilan.

Kendati begitu, Maman menekankan pentingnya kesadaran kolektif di kalangan pengusaha UMKM. 

Baca Juga: KIP Minta Kemenkeu Transparansi Soal Penetapan Tarif PPN 12% di 2025

Menurutnya, pengusaha UMKM yang telah dianggap mampu harus mulai siap beralih dari kebijakan tersebut. Hal ini menjadi bagian dari upaya mendorong kemandirian ekonomi bagi pelaku usaha yang telah berkembang.

"Bagi mereka (UMKM) yang sudah kita anggap mampu, sudah saatnya mereka harus keluar juga dari kebijakan ini," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang mengungkapkan rencananya untuk mengevaluasi kebijakan insentif PPh Final dengan tarif 0,5% bagi UMKM.

Sri Mulyani menyebut, evaluasi tersebut diperlukan untuk mempertimbangkan apakah insentif pajak UMKM yang sudah dimanfaatkan sejak tahun pajak 2018 akan dilanjutkan lagi oleh pemerintah atau tidak.

"Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh Final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM memang sudah semakin punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komite IV DPD, Senin (2/9).

Menurutnya, sebenarnya skema PPh Final ini tidak sepenuhnyan adil untuk UMKM. Pasalnya, dengan skema ini maka mewajibkan wajib pajak untuk membayar pajak berdasarkan pada omzet, bukan berdasarkan pada laba bersih yang sebenarnya.

Artinya, beban pajak akibat skema PPh Final UMKM ini akan terasa berat, terutama bagi usaha yang menanggung biaya tinggi.

"Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp 600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil," katanya.

Baca Juga: Pembangunan Family Office di Indonesia Berpeluang Ciptakan Pencucian Uang

Sebenarnya UMKM mempunyai pilihan untuk membayar pajak berdasarkan laba bersih jika UMKM memilih untuk menghitung dan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan umum.

Namun, wajib pajak yang mau membayar pajak  sesuai dengan ketentuan umum harus melaksanakan pembukuan.

"Kalau menggunakan norma biasa tetapi berarti harus ada pembukuan itu yang profitnya saja yang dikenakan pajak.  Norma ini lebih adil tapi butuh intervensi membutuhkan kemampuan UMKM untuk bisa membuat pembukuan yang baik," jelasnya.

Sebagai informasi, Wajib pajak (WP) orang pribadi UMKM yang sudah memanfaatkan skema pajak penghasilan (PPh) final 0,5% sejak 2018 masih tetap bisa menggunakan skema yang sama hingga tahun pajak 2024.

Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% dapat digunakan wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku. Berdasarkan Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk WP orang pribadi, 4 tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP badan perseroan terbatas.

Baca Juga: Insentif Pajak UMKM Dinilai Perlu Diperpanjang

Selanjutnya: Kementan Dorong Regenerasi Pertanian, Legislator Pasuruan Beri Dukungan

Menarik Dibaca: Promo Es Krim Alfamart s/d 30 November 2024, Es Krim Joyday-Glico Beli 2 Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati