Suriah jadi fokus pergerakan minyak



JAKARTA. Harga minyak mentah dunia menguat. Tingkat cadangan minyak mentah di Amerika Serikat (AS), yang melemah ke level terendah sejak Februari 2012, telah mendorong penguatan harga dalam dua hari terakhir.

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2013, Jumat (6/9), di Bursa Commodity Exchange (Comex) pukul 17.42 WIB, menguat 0,19% menjadi US$ 108,58 per barel dibanding harga sehari sebelumnya. Adapun, harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober 2013, naik 0,05% menjadi US$ 115,32 per barel.

Rilis Badan Administrasi dan Informasi Energi AS menyatakan, tingkat persediaan minyak di AS sampai dengan pekan yang berakhir 30 Agustus 2013 hanya sebesar 34,8 juta barel. Jumlah ini turun 1,83 juta barel jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada saat yang sama, persediaan bensin juga turun sebesar 1,83 juta barel dibandingkan dengan periode sebelumnya.


Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, penurunan tingkat cadangan minyak Amerika tersebut telah membuat harga komoditas tersebut bisa menguat. "Selain itu, faktor dominan yang mendongkrak harga minyak adalah krisis geopolitik di Suriah," kata Ariston, kemarin.

Namun, ia memperkirakan, penguatan harga minyak mentah ini kemungkinan besar tidak akan berlangsung lama. Kekhawatiran pasar terhadap pemangkasan stimulus moneter AS akan kembali membuat minyak tersungkur.

Analis SoeGee Futures Nizar Hilmy bilang, pergerakan harga minyak masih akan stabil dalam beberapa waktu ke depan. Aksi militer Amerika Serikat (AS) terhadap Suriah yang belum diputuskan dalam beberapa hari ke depan kemungkinan besar akan membuat tren penguatan harga minyak yang terjadi belakangan ini akan tetap terjaga.

Dia mengakui, pada beberapa hari ke depan, harga minyak akan mendapatkan tekanan hebat dari AS. Membaiknya sejumlah data ekonomi penting di Amerika yang kemungkinan besar akan meningkatkan spekulasi pasar bahwa The Fed akan benar- benar memangkas program stimulus moneter pada September ini. Kondisi itu akan menguatkan dollar AS dan melemahkan pergerakan harga minyak.

Bergerak mendatar

Tapi, tekanan tersebut kemungkinan besar tidak akan mampu membuat harga minyak tersungkur dalam. "Isu Suriah akan membuat pelemahan teredam, penguatan harga minyak akan terjaga," kata Nizar.

International Energy Agency (IEA) menyebutkan, negara-negara Timur Tengah berkontribusi 35% dari total produksi minyak dunia pada kuartal-I 2013. Suriah merupakan produsen minyak terbesar di Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) setelah Arab Saudi.

Nah, saat ini, Obama sedang mencari dukungan kongres sebelum mengambil aksi invasi di Irak. "Sentimen di Suriah masih menjadi fokus ke mana arah harga minyak. Harga minyak bisa terdorong hingga melewati US$ 112,50 per barel karena isu ini," ujar Jonathan Barratt, Chief Executive Officer Barratt's Bulletin, seperti dikutip Bloomberg.

Secara teknikal, Nizar mengatakan bahwa sepekan ke depan harga minyak bergerak datar. Relative strength index (RSI) 14 hari berada di level 56 dan cenderung bergerak flat. Ini juga bisa dilihat dari pergerakan stochastic 14 hari yang berada di level 51 dan bergerak mendatar.

Indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif namun cenderung bergerak flat memperkuat pergerakan harga tidak akan besar. Sementara itu, posisi harga yang saat ini masih berada di atas moving average (MA) 25 akan membuat harga minyak berpotensi menguat.

Nizar memperkirakan, sepekan ke depan harga minyak  mentah akan menguat datar di kisaran US$ 105-US$ 111 per barel. Sementara itu, Ariston menghitung, harga minyak akan melemah dan bergerak dalam rentang US$ 102,20-US$ 112 per barel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini