Surplus dagang belum kuat angkat rupiah



JAKARTA. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengerem impor mulai membawa hasil. Neraca Dagang pada bulan Oktober 2013 mencatatkan surplus sebesar US$ 42,4 juta.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: ekspor pada Oktober naik 6,87% dari posisi September, menjadi US$ 15,72 miliar. Sedang impor di periode yang sama naik 1,06% menjadi US$ 15,67 miliar. Ekspor barang-barang nonmigas menjadi sumber kenaikan ekspor.

Hanya, jika menelisik lebih dalam, impor migas yang mengalami penyusutan signifikan menjadi penyebab utama terjadinya surplus neraca dagang. Lihat saja, jika September, impor migas masih US$ 3,72 miliar, Oktober turun 6,51% jadi US$ 3,47 miliar.


Penurunan impor terjadi pada jenis bahan bakar minyak yakni sebesar 9,05%. Jika September angka impor BBM sebesar US$ 1,18 miliar turun menjadi US$ 1,07 miliar di Oktober 2013.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyebut, turunnya impor BBM karena kebijakan pemerintah yang menaikkan campuran bahan bakar nabati (BBN) biodiesel menjadi 10% ke BBM solar mulai berjalan. "Dampaknya impor migas turun," tandas dia, Senin (2/12).

Jika benar, tentu ini menjadi kabar baik yang bisa mendongkrak kepercayaan pasar. Pasar bisa berharap, defisit neraca dagang yang hingga Oktober sebesar US$ 6,36 miliar bisa menyusut.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, setelah kebijakan BBN, pemerintah akan kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 bagi importir, serta kebijakan yang memberikan kemudahan impor bahan baku yang bertujuan ekspor.

Rangkaian kebijakan ini diharapkan akan membuat defisit neraca dagang menipis serta mampu menjadi obat kuat bagi rupiah.

Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti memprediksi, jika pemerintah konsisten terhadap kebijakannya, hingga akhir tahun rupiah bisa stabil di kisaran Rp 11.300–Rp 11.700 per dollar AS. Kemarin (2/11), kurs tengah BI mencatat, rupiah menguat menjadi Rp 11.946 per dollar AS.

Namun, ekonom Kahlil Rowter bilang, surplus perdagangan Oktober belum akan menjadi sumber energi bagi rupiah. Pasalnya, banyak produk ekspor Indonesia yang bergantung pada impor, bahkan ekspor non mineral pun juga berbiaya dollar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie