Surplus Gas di Jawa Timur Membuat Serapan Gas HCML Belum Maksimal



KONTAN.CO.ID - SAMPANG. Husky CNOOC Madura Limited (HCML) mengungkapkan saat ini tantangan penyerapan gas di Jawa Timur masih besar akibat kondisi kelebihan (surplus) gas.

Well Head Platform (WHP) Superintendent Lapangan BD, Redhata Rangkuti menjelaskan, sampai dengan 31 Oktober 2023  total kapasitas produksi dari Lapangan BD (rate gas dari sumur) sekitar 120 MMSCFD sedangkan sales gas sebesar 110 MMSCFD.

Sementara itu untuk lapangan 2M (MBH dan MDA), kapasitas produksi gasnya sebesar 125 MMSCFD dengan sales gas mencapai 121 MMSCFD. Kemudian untuk lapangan MAC kapasitas produksi gas sebesar 23 MMSCFD dan sales gas mencapai 19 MMSCFD per 31 Oktober 2023.


“Gas dari HCML sudah tersalurkan untuk masyarakat melalui jaringan gas bersubsidi di Jawa Timur, kemudian ke sektor kelistrikan, pupuk, dan industri,” ujarnya di HCML Sampang ShoreBase Rabu (1/11).

Tantangan penyerapan gas di Jawa Timur terjadi karena pasokan (supply) gas melebihi dari permintaan (demand) alias surplus. Salah satu penyebabnya, beberapa industri sebagai penyerap gas belum berkembang dan sejumlah proyek masih dalam tahap pembangunan.

Baca Juga: Husky CNOOC Madura Limited (HCML) Kaji Pengembangan CCS Di Lapangan BD

Misalnya saja pembangunan smelter Freeport di Gresik yang kelak sudah beroperasi dapat menambah penyerapan gas di Jawa Timur.

Tidak hanya itu, produsen gas juga berharap permintaan gas dapat maksimal dengan adanya Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) dan Kawasan Industri Kendal (KIK).

Penyebab lain penyerapan gas belum penuh ialah belum tersambungnya infrastruktur gas dari Jawa Timur ke Jawa Barat.

Dalam catatan ESDM, saat ini pemerintah telah membangun Pipa Cirebon Semarang (CISEM) Tahap I ruas Semarang-Batang yang menghubungkan aliran gas dari Jawa TImur sampai Jawa Tengah. Pipa ini untuk memenuhi kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal yang diproyeksikan kebutuhan gasnya hingga 39,42 MMSCFD dari 26 perusahan di KEK Kendal hingga tahun 2026.

Kemudian di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) diproyeksikan kebutuhan gasnya sebesar 25,83 MMSCFD dari 14 perusahaan di KITB Fase I hingga tahun 2028. Permintaan gas juga akan ada dari kawasan-kawasan industri lainnya di sepanjang pipa transmisi CISEM tahap I.

Namun untuk pembangunan pipa Cirebon Semarang ke  Tahap II (ruas Batang - Cirebon- Kandang Haur) sedang dalam proses yang akan menyambungkan infrastruktur gas ke Jawa Barat.

Meski penyerapan belum sesuai dengan produksinya, Redhata memastikan selalu memonitor performa sumur-sumur di lapangan ini. Salah satu caranya dengan membuka sumur sesuai dengan kebutuhan buyer sehingga tidak membahayakan kualitas reservoar.

“Kami berusaha memakasimalkan sumur-sumur kami. Jadi kami maintain minimum opening untuk Lapangan BD,” ujarnya.

Baca Juga: Gandeng Kontraktor Migas Internasional, PGN Perkuat Ketahanan Pasokan Gas Bumi

Ke depannya, pengembangan lapangan migas di Madura Strait PSC akan semakin luas  dengan adanya rencana on stream di Lapangan MDK dan Lapangan MDF.

Di Lapangan MDK, saat ini prosesnya dalam persiapan EPCI (Engineering, Procurement, Construction and Installation) dan direncanakan produksi pada kuartal III 2024. Sedangkan untuk Lapangan MBF masih dalam FEED (Front End Engineering Design) untuk selanjutnya menuju tahap pengajuan POD (plan of development) yang rencananya akan onstream pada  kuartal IV 2025.

Dengan adanya pengembangan gas yang lebih masif di Madura Strait ini, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan gas ketika produksi beberapa KKKS di Jawa Timur mulai mengalami penurunan (decline).

“Beberapa KKKS di Jawa Timur sudah mulai memasuki fase penurunan produksi. Jadi HCML bisa mengisi ruang itu. Harapannya ada beberapa industri yang akan tumbuh dalam 2-5 tahun ke depan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari