JAKARTA. Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menilai, surplus neraca perdagangan Maret 2014 sebesar US$ 673,2 juta ikut mendongkrak penguatan rupiah. Di bulan tersebut, harga barang mengalami penurunan dibanding Februari 2014. "Kalau harga barang impor turun, kan valasnya juga turun, rupiah kita jadi menguat," ungkapnya di Gedung BPS, Jum'at (2/5). Sasmito menyebut, dibandingkan tahun lalu, harga barang ekspor dan impor Indonesia mengalami kenaikan. Perdagangan besar tersebut menimbulkan indikasi rupiah akan menguat, namun harga barang ekspor mengalami peningkatan. Senada dengan Sasmito, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Sadewa menyebut surplus tentu akan mempengaruhi penguatan rupiah. Namun, surplus dianggap sebagai pemicu tambahan. "Data current account lebih mementukan arah pergerakan nilai tukar," ungkapnya. Purbaya menyebut Indonesia harus mewaspadai penurunan impor terkait perkembangan ekonomi. Lebih jauh, ia menilai perihal pencapresan juga memiliki pengaruh yang signifikan, terutama soal siapa calon wakil presiden capres ternama seperti Jokowi, Prabowo, atau Aburizal Bakrie. Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih juga menilai, pencapresan akan lebih memberi pengaruh pada penguatan rupiah. Menurut Lana, surplus neraca perdagangan selama 2 bulan berturut-turut hanya akan memberi pengaruh positif dalam jangka pendek. Lana menilai ada faktor lain yang membuat rupiah menguat 37 poin hari ini, yakni penguatan mata uang regional seperti won dan rupee. "Juga ada berita soal ekonomi Amerika Serikat yang dianggap akan melemah," pungkasnya.
Surplus neraca dagang pengaruhi penguatan rupiah
JAKARTA. Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menilai, surplus neraca perdagangan Maret 2014 sebesar US$ 673,2 juta ikut mendongkrak penguatan rupiah. Di bulan tersebut, harga barang mengalami penurunan dibanding Februari 2014. "Kalau harga barang impor turun, kan valasnya juga turun, rupiah kita jadi menguat," ungkapnya di Gedung BPS, Jum'at (2/5). Sasmito menyebut, dibandingkan tahun lalu, harga barang ekspor dan impor Indonesia mengalami kenaikan. Perdagangan besar tersebut menimbulkan indikasi rupiah akan menguat, namun harga barang ekspor mengalami peningkatan. Senada dengan Sasmito, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Sadewa menyebut surplus tentu akan mempengaruhi penguatan rupiah. Namun, surplus dianggap sebagai pemicu tambahan. "Data current account lebih mementukan arah pergerakan nilai tukar," ungkapnya. Purbaya menyebut Indonesia harus mewaspadai penurunan impor terkait perkembangan ekonomi. Lebih jauh, ia menilai perihal pencapresan juga memiliki pengaruh yang signifikan, terutama soal siapa calon wakil presiden capres ternama seperti Jokowi, Prabowo, atau Aburizal Bakrie. Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih juga menilai, pencapresan akan lebih memberi pengaruh pada penguatan rupiah. Menurut Lana, surplus neraca perdagangan selama 2 bulan berturut-turut hanya akan memberi pengaruh positif dalam jangka pendek. Lana menilai ada faktor lain yang membuat rupiah menguat 37 poin hari ini, yakni penguatan mata uang regional seperti won dan rupee. "Juga ada berita soal ekonomi Amerika Serikat yang dianggap akan melemah," pungkasnya.