Surplus Neraca Perdagangan Berpotensi Menyusut Pada Mei 2022, Ini Pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah kembali mencetak rekor surplus tertinggi pada April 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia berpotensi menyusut pada Mei 2022.

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyebut, penyusutan surplus ini, salah satunya didorong oleh larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang akan mengurangi potensi nilai ekspor pada Mei 2022. 

“Ekspor Indonesia ini akan terpotong sekitar US$ 3 miliar dengan adanya larangan ekspor CPO dan turunannya,” jelas David kepada Kontan.co.id, Selasa (17/5). 


Nah, dengan berkurangnya ekspor akibat larangan ini, David memperkirakan surplus neraca perdagangan pada bulan Mei 2022 akan lebih rendah dan berada di kisaran US$ 1 miliar hingga US$ 3 miliar. 

Potensi surplus ini masih ada karena permintaan ekspor komoditas dari negara-negara mitra dagang akan lebih deras, khususnya untuk permintaan batubara, karet, otomotif, serta peralatan mekanis. Ini kemudian yang bisa menopang kinerja ekspor dan surplus neraca perdagangan barang. 

Baca Juga: BPS: Larangan Ekspor CPO dan Turunannya Bisa Pengaruhi Ekspor Indonesia

Ke depan, David memperkirakan kondisi ekspor, impor, dan neraca perdagangan akan sangat bergantung dengan kondisi global, terutama terkait konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina. 

Namun, ekskalasi konflik kedua negara tersebut dianggap membawa angin segar terhadap prospek ekspor Indonesia, karena ini masih akan membawa peningkatan harga komoditas di level tertentu. 

Selain itu, kondisi neraca perdagangan juga akan terpengaruh dari tekanan penguncian di China. Bila akan berkepanjangan, maka ini akan mengurangi ekspor Indonesia. Apalagi, China merupakan salah satu negara mitra dagang terbesar Indonesia. 

Dari dalam negeri, nilai ekspor juga akan dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya. David berharap, larangan ini tidak berlangsung lama. Mengingat, tujuan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng sudah mulai terlihat. 

“Harga minyak goreng saat ini sudah mulai turun. Harapannya, kebijakan ini tidak terlalu lama karena ini juga mulai mengundang kontra dari berbagai pihak, seperti petani sawit,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi