JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan bulan lalu tercatat sebesar US$ 1,24 miliar, naik tipis dibandingkan surplus bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 1,23 miliar. Surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor dan impor April 2017 masing-masing sebesar US$ 13,17 miliar dan US$ 11,93 miliar. Namun, nilai ekspor dan impor tersebut turun 10,3% dan 10,2% dibanding Maret 2017, walaupun keduanya masih tumbuh 12,63% dan 10,31% year on year (YoY). Penurunan ekspor tersebut disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas dan penurunan sejumlah barang-barang ekspor. Sementara penurunan impor, kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengindikasikan permintaan dalam negeri yang melemah. "Kalau dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh stagnan pada triwulan pertama 2017 sebesar 4,93% ada korelasinya ke permintaan barang konsumsi impor," kata Bhima saat dihubungi KONTAN, Senin (15/5). Merujuk pada data BPS, impor barang konsumsi tercatat turun sebesar 17,73% month on month (MoM). Penurunan impor juga terjadi pada kelompok bahan baku penolong dan kelompok barang modal masing-masing sebesar 9,75% dan 7,38% MoM. Sementara penurunan impor pada kelompok bahan baku penolong dan barang modal kata Bhima, berkaitan dengan geliat industri pengolahan yang masih tumbuh terbatas. Bhima memperkirkaan, penurunan harga komoditas ekspor akan berlanjut di bulan Mei ini, terutama harga minyak mentah. "Jadi ada potensi ekspor kembali turun (dibanding bulan April)," tambahnya. Sementara impor bulan ini, diramal Bhima berpotensi meningkat dibanding April, khususnya impor makanan jadi dan pakaian jadi, sebagai stok menjelang lebaran. "Sehingga (neraca perdagangan) masih bisa surplus. Tapi yang jadi perhatian adalah besaran surplusnya mengecil," kata Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Surplus neraca perdagangan Mei diprediksi mengecil
JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan bulan lalu tercatat sebesar US$ 1,24 miliar, naik tipis dibandingkan surplus bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 1,23 miliar. Surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor dan impor April 2017 masing-masing sebesar US$ 13,17 miliar dan US$ 11,93 miliar. Namun, nilai ekspor dan impor tersebut turun 10,3% dan 10,2% dibanding Maret 2017, walaupun keduanya masih tumbuh 12,63% dan 10,31% year on year (YoY). Penurunan ekspor tersebut disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas dan penurunan sejumlah barang-barang ekspor. Sementara penurunan impor, kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengindikasikan permintaan dalam negeri yang melemah. "Kalau dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh stagnan pada triwulan pertama 2017 sebesar 4,93% ada korelasinya ke permintaan barang konsumsi impor," kata Bhima saat dihubungi KONTAN, Senin (15/5). Merujuk pada data BPS, impor barang konsumsi tercatat turun sebesar 17,73% month on month (MoM). Penurunan impor juga terjadi pada kelompok bahan baku penolong dan kelompok barang modal masing-masing sebesar 9,75% dan 7,38% MoM. Sementara penurunan impor pada kelompok bahan baku penolong dan barang modal kata Bhima, berkaitan dengan geliat industri pengolahan yang masih tumbuh terbatas. Bhima memperkirkaan, penurunan harga komoditas ekspor akan berlanjut di bulan Mei ini, terutama harga minyak mentah. "Jadi ada potensi ekspor kembali turun (dibanding bulan April)," tambahnya. Sementara impor bulan ini, diramal Bhima berpotensi meningkat dibanding April, khususnya impor makanan jadi dan pakaian jadi, sebagai stok menjelang lebaran. "Sehingga (neraca perdagangan) masih bisa surplus. Tapi yang jadi perhatian adalah besaran surplusnya mengecil," kata Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News