Surplus NPI belum tunjukkan perbaikan ekonomi



JAKARTA. Bank Indonesia mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal kedua tahun ini sebesar US$ 2,2 miliar. Namun, surpus tersebut dinilai belum mencerminkan perbaikan ekonomi secara struktural.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, perbaikan pada defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal kedua tahun ini yang membaik menjadi US$ 4,7 miliar atau 2% dari produk domestik bruto (PDB) lebih didorong oleh peningkatan ekspor akibat meningkatnya harga komoditas.

Harga CPO di awal tahun kata David masih berada di kisaran US$ 500-600 per ton. Sementara saat ini hampir mencapai US$ 800 per ton. Begitu juga dengan batu bara yang hargaya lebih tinggi dibanding awal tahun.


"Sementara impor masih dalam tren menurun. Impor bahan baku dan barang modal masih lemah, impor konsumsi stabil," kata David, Jumat (12/8).

Lebih lanjut menurut David, surplus pada transaksi modal dan finansial yang meningkat menjadi US$ 7,4 miliar juga didorong oleh meningkatnya investasi portofolio dari sentimen kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Di sisi lain, investasi langsung masih melambat.

Ke depan, David berharap kegiatan impor meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik. Menurutnya, pelebaran CAD hingga 2,5% masih ditoleransi untuk mendorong ekonomi dalam negeri.

Sementara itu, dalam jangka pendek, investasi portofolio diperkirakan akan meningkat sejalan dengan adanya Tax Amnesty. Namun, ia juga berharap, invetasi langsung juga meningkat agar surplus NPI lebih berkualitas.

"Kami harap paket-paket berjalan mulus dan koordinasi lembaga seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan, karena ada proyek-proyek besar yang dijanjikan ada insentif tapi belum terealisasi. Harapannya ini akan menaikkan investasi sehingga NPI ke depan lebih baik," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia