Surplus telur



Seorang Ibu kaget ketika mendengar harga setengah kilogram telur Rp 15.000. Ia tak menyangka harga telur naik tinggi, karena seminggu lalu bisa beli di supermarket dengan harga Rp 24.000 sekilogram.

Telur mahal jadi pembicaraan. Mulanya, harga telur mahal hanya terasa di seputar Jabodetabek saja. Tapi, belakangan, harga mahal cepat menular. Di Malang, misalnya, harga telur mahal karena, kata para pedagang, pemasok telur pilih mengirim barang ke Jakarta. Alhasil, pasokan berkurang dan harganya naik.

Memang tampaknya sederhana saja. Harga telur naik karena pasokan kurang (atau berkurang), sementara kebutuhan meningkat. Ini wajar. Bahkan Amerika Serikat yang industri pangannya lebih maju, selalu mengalami kenaikan harga telur saban Paskah. Soalnya, orang memborong untuk telur paskah. Pada Paskah 2018 lalu, harga telur di Amerika mencapai US$2,71 per lusin. Rekor harga adalah US$2,77 per lusin, pada Agustus 2015 karena wabah flu burung.


Benarkah tingginya harga telur kita karena pasokan kurang?

Pemerintah dan asosiasi terkait merilis beberapa penyebab harga telur mahal. Misalnya kurang pasokan, lantaran banyak ayam petelur afkir yang dipotong jelang Lebaran. Daging petelur tua, cocok dibikin opor. Namun, pemotongan ayam afkir sudah terjadi saban tahun.

Pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP) sejak awal tahun 2018 juga jadi salah satu faktor. Pelarangan bahan imbuhan pakan ini bagus, karena membuat produk unggas Indonesia bebas residu AGP. Banyak negara yang sudah lebih dulu melarang antibiotik untuk saluran pencernaan ayam ini. Para peternak juga telah mencari bahan pengganti yang lebih aman, jadi menurut catatan Menteri Pertanian, semestinya larangan ini tidak mempengaruhi pasokan telur.

Selain itu, ada wabah mematikan koksidiosis pada ayam petelur dan permintaan meningkat karena Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) berupa telur 1 kilogram untuk tiap keluarga miskin. Semua hal itu mengurangi pasokan, dan meningkatkan permintaan telur.

Data Kementan menyatakan bahwa dari Januari 2018 sampai Juni 2018 ada surplus produksi telur 13.000 ton. Gabungan organisasi peternak juga bilang, kenaikan harga ini siklus biasa setelah libur panjang Lebaran.

Dengan data di Kementan dan siklus harga, semestinya Pemerintah lebih antisipatif. Misalnya bikin buffer stock telur, ketimbang menyuruh pedagang turunkan harga.•

Hendrika Y.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi