Survei AmCham: Tanpa ada kesepakatan AS-China, ekonomi AS 2020 akan lebih buruk



KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Hasil survei yang dilakukan asosiasi bisnis Amerika menunjukkan, perang dagang antara AS dan China menyebabkan outlook kinerja baik laba dan investasi bagi perusahaan AS menjadi buram. 

Melansir Reuters, polling tahunan yang dilakukan oleh American Chamber of Commerce di Shanghai menemukan meski mayoritas perusahaan masih tetap membukukan laba pada 2018, namun jumlah perusahaan yang melaporkan pertumbuhan pendapatan mengalami penurunan. Proyeksi pendapatan perusahaan juga menurun, yang menandai adanya dampak besar dari memanasnya aksi balas membalas kenaikan tarif. 

Baca Juga: Soal suku bunga, The Fed kembali tegaskan akan bertindak sebagaimana mestinya

Optimisme yang sudah berlangsung selama lima tahun anjlok untuk kali pertama sejak 2015, ketika pasar saham China menukik.

"Proyeksi pertumbuhan pendapatan sudah diturunkan, optimisme mengenai masa depan mulai pudar, dan banyak perusahaan mengatur ulang rencana investasi mereka yang pada awalnya ditujukan untuk China," jelas AmCham dalam laporan yang dirilis Rabu (11/9). 

Hasil survei yang suram 

Mengutip Reuters, hasil suram datang ketika negosiator AS dan Tiongkok bersiap untuk bertemu di Washington pada bulan Oktober dalam upaya mengurangi perang dagang yang telah berlangsung selama setahun terakhir. Sedikitnya kemajuan negosiasi yang ditunjukkan sejauh ini, kondisi itu menyebabkan ekspektasi pasar menurun.

"Tanpa adanya tanda-tanda perjanjian perdagangan, tahun 2019 akan menjadi tahun yang sulit; tanpa kesepakatan perdagangan, tahun 2020 mungkin lebih buruk," kata laporan AmCham.

Baca Juga: Jerome Powell berjanji arah kebijakan The Fed akan pertahankan ekspansi ekonomi AS

Sebagian besar perusahaan anggota AmCham menentang pengenaan tarif untuk menangani sengketa perdagangan. Jumlah mereka yang menentang kenaikan tarif mencapai tiga per empat responden.

Menurut AmCham, Survei dilakukan pada periode 27 Juni dan 25 Juli - sebelum putaran kenaikan tarif terakhir berlaku - dan menerima 333 tanggapan.

Lebih dari seperempat responden mengatakan mereka telah mengalihkan investasi yang semula direncanakan untuk China ke lokasi lain. Jumlah ini naik 6,9 poin dari tahun sebelumnya. Asia Tenggara adalah negara tujuan utama, diikuti oleh India.

Baca Juga: Heboh Trump pecat penasihat keamanan nasional, begini reaksi politisi dan pejabat AS

Hasil survei juga menunjukkan, pengalihan investasi paling menonjol dialami sektor  teknologi, perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan di mana 40% responden mengatakan mereka telah melakukannya.

Selain itu, penurunan investasi telah mengalami peningkatan pada tahun 2019. Hal ini menggarisbawahi bahwa tekanan pada ekonomi China, yang perekonomiannya mengalami perlambatan terburuk dalam 30 tahun terakhir pada kuartal kedua.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie